Rabu, 02 Desember 2015

Kumpulan penting Tanaman Padi


1.    Tungro

Klasifikasi biologi patogen  penyebab penyakit tungro adalah sebagai berikut :
Rice tungro bacilliform virus (RTBV)
 Group : Group VII (dsDNA-RT)
 Family: Caulimoviridae
 Genus : Tungrovirus
 Species: Rice tungro bacilliform virus
Rice tungro spherical virus (RTSV)
 Group  : Group IV ((+)ssRNA)
 Family : Sequiviridae
 Genus  : Waikavirus
 Species: Rice tungro spherical virus




Tungro adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi pada fase pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan berkurangnya jumlah anakan. Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang terserang berwarna kuning sampai kuning-oranye. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna hijau pucat sampai putih dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun. Gejala mulai dari ujung daun yang lebih tua. Daun menguning berkurang bila daun yang lebih tua terinfeksi. Dua spesies dan N.virescens adalah serangga yang menyebarkan (vektor) virus tungro.
         Cara pengendalian
Varietas tahan. Penggunaan varietas tahan seperti menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 TukadUnda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Bondoyudo, dan Kalimas merupakan cara terbaik untuk mengendalikan tungro. Rotasi varietas penting untuk mengurangi gangguan ketahanan. Pembajakan di bawah sisa tunggul yang terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sumber penyakit dan menghancurkan telur dan tempat penetasan wereng hijau. Bajak segera setelah panen bila tanaman sebelumnya terkena penyakit.
Cabut dan bakar tanaman yang sakit. Ini perlu dilakukan kecuali bila serangan tungro sudah menyeluruh. Bila serangan sudah tinggi maka mungkin ada tanaman yang terinfeksi tungro tapi kelihatan sehat. Mencabut tanaman yang terinfeksi dapat mengganggu wereng hijau sehingga makin menyebarluaskan infeksi tungro.
Tanam benih langsung (Tabela): Infeksi tungro biasanya lebih rendah pada tabela karena lebih tingginya populasi tanaman (bila dibandingkan tanam pindah). Dengan demikian wereng cenderung mencari dan makan serta menyerang tanaman yang lebih rendah populasinya.
Waktu Tanam: Tanam padi saat populasi wereng hijau dan tungro rendah. Tanam serempak: Upayakan petani tanam serempak. Ini mengurangi penyebaran tungro dari satu lahan ke lahan lainnya karena stadium tumbuh yang relatif seragam.
Bera atau rotasi. Pertanaman padi terus-menerus akan meningkatkan populasi wereng hijau sehingga sulit mencegah infeksi tungro. Adanya periode bera atau tanaman lain selain padi dapat mengurangi populasi wereng hijau dan ketersediaan inang untuk virus tungro.



 2. Hawar daun padi
Klasikasi Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye adalah sebagai berikut:
Phylum          : Prokaryot
Kelas              : Scizomycetes
Ordo               : Pseudomonadales
Famili             : Pseudomonadaceae
Genus             : Xanthomonas
Spesies           : Xanthomonas campestris pv. Oryzae



Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae  berbentuk batang pendek, di ujungnya mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini berukuran 6-8 bersifat aerob,gram negatif dan tidak membentuk spora . Diatas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin.   Penyakit hawar daun bakteri pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang pada tahun 1884. Pada awal abad XX penyakit ini telah diketahui tersebar luas hampir diseluruh jepang kecuali dipulau Hokkaido. Diindonesia , penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Reitsman dan Schure oada tanaman muda didaerah Bogor dengan gejala layu. Penyakit ini dinamakan kresek dan patogennya dinamai xanthomonas kresek schure. Terbukti bahwa penyakit ini sama dengan penyakit hawar daun bakteri yang terdapat di Jepang.

Pengembangan varietas padi unggul dengan dengan hasil tinggi tetapi peka terhadap penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini.Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka ,(2). Gejala hawar dan (3). Gejala daun kuning pucat.

Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan .Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan , selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai kepermukaan air dan menjadi busuk.Pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini,gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun,bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai mengering.Pada pagi hari cuaca lembab ,eksudat bakteri sering keluar ke permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin,gesekan angin,geekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas.Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistematik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung tehadap bakteri. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan,karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan.Menjelang musim kemarau,suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila dilaksanakan secara terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi penyakit ini dilapangan,misalnya keadaan tanah,pengairan,pemupukan,kelembaban,suhu dan ketahanan varietaspadi yang ditanam.Usaha terpadu yang dapat dilaksanakan mencangkup penanaman varietas yang tahan,pembuatan persemaian kering atau tidak terendam air,jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman baru ditanam dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.
Gunakan varietas tahan. Ini adalah cara yang paling efektif dalam mengendalikan penyakit. Pemupukan lengkap—Penyakit semakin parah bila pupuk N dipakai secara berlebihan, tanpa P dan K.
 Kurangi kerusakan bibit dan penyebaran penyakit. Infeksi bibit terjadi melalui luka dan kerusakan bagian tanaman. Penanganan yang buruk atau angin kencang dan hujan dapat menyebabkan tanaman sakit. Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit melalui air dan angin.
 Kurangi penyebaran penyakit dengan penanganan bibit secara baik waktu tanam pindah, pengairan dangkal pada persemaian, dan membuat drainase yang baik ketika genangan tinggi. Kurangi jumlah inokulum. Tunggul tanaman yang terinfeksi dan gulma dapat menjadi sumber inokulum.
Pertahankan kebersihan sawah — buang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi yang semuanya dapat menjadi sumber inokulum. Keringkan sawah — upayakan sawah bera mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin bertahan dalam tanah atau sisa tanaman.
Upaya pengendalian untuk mengatasi penyakit ini melalui kultur teknik, yaitu dengan melakukan beberapa hal :
 1. Perbaikan cara bercocok tanam,melalui:
 Pengolahan tanah secara optimal.
Pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan.
Pergiliran tanam dan varietas tahan
Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.
Pengaturan jarak tanam.
Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.
Pengaturan jarak tanam
Pemupukan berimbang (N,P,K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan dan musim
Pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
2.  Sanitasi lingkungan.
3.  Pemanfaatan agensi hayati Corynebacterium.
4.  Penyemprotan bacterisida anjuran paling efektif dan diizinkan secara bijaksana berdasarkan.
hasil pengamatan.




3. Hawar Pelepah Padi
Klasifikasi Rhizoctonia solani sebagai berikut:
Kingdom            : Fungi
Phylum               : Basidiomycota
Class                   : Agaricomycetes
Order                  : Cantharellales
Family                : Ceratobasidiaceae
Genus                 : Rhizoctonia
Species               : R. Solani
Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa negara penghasil padi.Di indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi sampai dataran rendah.Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air.Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih pucat.Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam debgan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah.Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya,Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.

Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah “redaman off”, atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk berkecambah.Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi perkecambah.Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada risiko tinggi infeksi karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada pelepah.

Siklus penyakit Rhizoctonia solani dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun dalam bentuk sclerotio.Sclerotia dari Rhizoctonia memiliki lapisan luar tebal memungkinkan untuk bertahan hidup dan berfungsi sebagai pelindung dari suhu dingin,pathogen juga dapat mengambil bentuk miselium yang berada di permukaan tanah.Jamur tertarik oleh rangsangan kimia yang dilepaskan oleh tanaman yang tumbuh atau residu tanaman membusuk.Proses penetrasi dari sebuah host dapat dicapai dalam beberapa cara.Pathogen dapat melepaskan enzim yang dapat memecahkan dinding sel tanaman,dan terus menjajah dan tumbuh di dalam jaringan yang mati.Ini adalah rincian dari sel dinding dan kolonisasi pathogen dalam host adalah apa bentuk sclerotia tersebut.Baru innoculum diproduksi didalam jaringan host,dan siklusyang baru diulang saat tanaman baru menjadi tersedia.Siklus penyakit dimulai seperti 1) yang sclerotia atau miselium melewati musim dingin pada tanaman puing,tanah atau host. 2) Para hifa muda dan basidia berbuah (jarang) muncul dan menghasilkan miselium dan basidiospora. 3) Produksi sangat jarang dari basidiospora berkecambah menembus stoma sedangkan tanah miselium pada permukaan tanaman dan mengeluarkan enzim yang diperlukan ke permukaan tanaman dalam rangka untuk memulai infeksi dari tanaman inang. 4) Setelah mereka berhasil menyerang miselium host-nekrosik dan membentuk sclerotia dalam dan di sekitar jaringan yang terinfeksi yang kemudian mengarah ke berbagai gejala yang berhubungan dengan penyakit seperti tanah busuk,busuk batang,rendaman dan lain sebagainya.

Dilihat dari cara hidupnya patogen dikenal lebih menyukai cuaca yang basah,hangat dan wabah biasanya terjadi pada bulan-bulan awal musim panas kebanyakan gejala patogen tidak terjadi sampai akhir musim panasdan dengan demikian sebagian besar petani tidak menyadari tanaman terjangkit sampai panen.Kombinasi faktor lingkungan telah dikaitkan dengan prevalensi patogen seperti:adanya tanaman inang,curah hujan sering atau irigasi dan suhu meningkat di musim semi dan musim panas.Selain itu, pengurangan drainase tanah karena berbagai teknik seperti pemadatan tanah juga dikenal untuk menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi patogen.Patogen tersebar sebagai sclerotia,dan sclerotia ini dapat berpergian dengan sarana angin,air atau tanah gerakan antara tanaman inang.

Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara kimia,biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan perkembangan cendawa R. Solani kuhn
 Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.

Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi.  Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).

4. Penyakit Blas

Klasifikasi penyakit blas sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio     : Mycota
Kelas        : Deuteromycetes
Ordo         : Moniliales
Family      : Moniliaceae
Genus       : Pyricularia
Spesies     : Pyricularia oryzae Cav.

Di Indonesia Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting terutama pada padi gogo. Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat menginfeksi tanaman pada  semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, gejala penyakit blas dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.

Penularan penyakit blas  terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia dibentuk dan dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis turun hujan. Konidium ini hanya dilepaskan jika kelembaban nisbi udara lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif, karena pecahnya sel kecil di bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh tekanan osmotik. Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula. Permukaan atas daun dan daun-daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk miselium dan konidium.

Penyakit blas tingkat keparahannya di pengaruhi oleh beberapa faktor.Kelebihan nitrogen dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa kedua faktor tersebut menyebabkan kadar silikon tanaman rendah. Kandungan silikon dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen kedalam jaringan tanaman. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan terhadap infeksi patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.

Perkecambahan konidium Pyricularia grisea memerlukan air. Jangka waktu pengembunan atau air hujan merupakan kondisi yang sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode basah lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan pembentukan apresorium adalah 25-28 C.

Untuk mengendalikan penyakit blaz agar tidak berlebihan maka sampai saat ini pengendalian yang paling efektif adalah dengan varietas tahan. Varietas Limboto,  Way Rarem, dan Jatiluhur di beberapa tempat di Purwakarta, Subang, dan Indramayu tergolong tahan terhadap penyakit blas leher.    Patogen P. grisea sangat mudah membentuk ras baru yang lebih virulen dan ketahanan varietas sangat ditentukan oleh dominasi  ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.

Kita tahu bahwa ketahanan varietas terhadap penyakit tidak berlangsung lama, maka diperlukan pendukung untuk menjaga ketahanan varietas itu yaitu dengan menggunakan fungisida.Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis untuk mengatasi penyakit blas,namun hal tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem disekitarnya.,maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu harus memperhatikan jenis,dosis dan waktu aplikasi yang tepat.

5. Busuk Batang

Klasifikasi busuk batang jamur Helminthosporium oryzae di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Myceteae
Divisio     : Amastigomycotae
Kelas       : Deuteromycetes
Ordo        : Monitiales
Famili      : Dematlaceae
Genus      : Helminthosporium
Spesies     : Helminthosporium oryzae
Di indonesia penyakit busuk pada batang padi merupakan penyakit utama. Kehilangan hasil padi akibat penyakit busuk batang 25-30%. Busuk batang ditemukan lebih parah pada varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat kalium serta berdrainase jelek. Umumnya penyakit ini kurang mendapat perhatian, karena dianggap sebagai gangguan yang bersifat klasik dan biasa-biasa saja

Dilihat dari sifat biologi dan ekologinya,gejala penyakit diawali dengan bercak kecil kehitaman pada pelepah bagian luar di atas batas permukaan air, selanjutnya bercak membesar. Cendawan penyebab penyakit menembus bagian dalam pelepah  dan menginfeksi batang sehingga menyebabkan busuk pada batang dan pelepah.  Cendawan penyebab busuk batang menghasilkan sklerosia yang berbentuk bulat kecil berwarna hitam.  Sklerosia banyak terdapat pada bagian dalam batang padi yang membusuk.Selama kondisi lingkungan kurang menguntungkan, cendawan menghasilkan sklerosia secara berlimpah  sebagai alat untuk bertahan hidup.  Sklerosia tersimpan dalam tunggul dan jerami sisa panen. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada musim tanam berikutnya.

Maka untuk mengendalikan penyakit busuk batang kita menggunakan tanaman varietas tahan,namun karena tanaman memiliki ketahanan varietas tertentu maka untuk itu kita menggunakan fungisida yang berbahan aktif difenoconazal untuk menggendalikan penyakit busuk batang.selain itu teknik pengolahan lingkungan seperti jerami dan tunggul dari tanaman yang terinfeksi diangkut keluar petakan sawah dan dibakar ,pengeringan sawah secara berkala,dan lain sebagainya.

6. Bercak Daun Cercospora
Klasifikasi penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Cercospora sp sebagai berikut:
Kingdom : Myceteae
Divisi      : Amastigomycotae
Kelas       : Deuteromycetes
Ordo        : Moniliales
Famili      : Dematiaceae
Genus      : Cercospora
Spesies     : Cercospora sp

Penyakit bercak daun cercosporan atau bercak coklat sempit (narrow brown leaf spot) tersebar luas di negara-negara penanam padi. Di Indonesia penyakit berkembang dengan baik terutama pada daerah-daerah lahan yang miskin unsur nitrogen dan kalium. Menjadi penyakit utama pada pertanaman padi lahan sawah tadah hujan dan gogo. Penyakit menyerang tanaman padi terutama pada bagian daun menyebabkan fungsi fotosintesis terganggu. Apabila serangan terjadi pada fase generatif menyebabkan pengisian gabah menjadi kurang sempurna atau hampa sehingga bobot gabah  dan kualitas gabah menjadi rendah.
Gejala penyakit
Pada daun terdapat bercak-bercak sempit memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera. Gejala mulai tampak 2-4 minggu setelah padi di pindah, dan gejala paling berat tampak lebih kurang satu bulan sebelum panen.
 Penyebab penyakit.
Penyakit disebabkan oleh jamur Cercospora janseane (Racib) O. Const. Semula jamur disebut Napicladium janseanum Racib. Di Jepang disebut Cercospora oryzae Miyake. Jamur membentuk konidiofor berwarna coklat, keluar melalui mulut kulit, sendiri-sendiri atau berkumpul sanpai 3, dengan ukuran 88-140 x 4-5 µm. Konidium berbentuk gada terbalik, bersekat 3-10, dengan ukuran 20-60 x 5 µm (Ou, 1985).
 Daur penyakit.
Konidium jamur disebarkan oleh angin dan infeksi terjadi melalui mulut kulit. Gejala baru  tampak 30 hari atau lebih setelah infeksi. Ini menyebabkan lambatnya gejala di lapangan, meskipun infeksi dapat terjadi pada daun muda maupun daun tua. C. janseana mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji dan jerami. Diduga jamur dapat bertahan pada rumput-rumput liar; antara lain di India jamur dapat menginfeksi lempuyangan (Panicum repens).
 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit.
Umumnya penyakit bercak daun cercospora berkembang lebih baik pada musim kemarau. Meskipun belum diketahui secara pasti varietas-varietas yang tahan dan rentan terhadap penyakit ini, tetapi kenyataan di lapangan sering menunjukkan reaksi yang sangat beragam. Penyakit sangat dipengaruhi oleh jenis padi. Varietas Ciherang, IR 64 dan turunannya dilapangan sering kali menunjukkan reaksi sangat rentan terhadap bercak cercospora. Kandungan unsur hara terutama nitrogen dan kalium sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit ini. Tanaman padi yang kekurangan unsur nitrogen dan kalium lebih rentan terhadap penyakit bercak daun cercospora.

 Pengendalian penyakit.

Selama ini pengendalian penyakit bercak daun cercospora hanya dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Pengendalian dengan 3 kali penyemprotan yaitu pada fase anakan maksimum, awal pembungaan dan awal pengisian dengan fungisida benomil, mankozeb, carbendazim, atau difenoconazol  dengan dosis 1 cc per 1 liter air, dengan folume semprot 500 l per ha, dapat menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora dan menekan kehilangan hasil padi sampai dengan 30%.





7. Penyakit kerdil
Klasifikasi hama :
Klasifikasi ilmiah hama kepik hijau :
    Kingdom : Animalia (Hewan)
    Filum         : Arthropoda (arthropoda)
    Kelas        : Insecta (Serangga)
    Order       : Hemiptera
    Subordo   : Heteroptera
    Family      : Pentatomidae
    Subfamily : Pentatominae
    Genus       : Nezara
    Species      : Nezara viridula


Virus kerdil hampa pertama kali dilaporkan terdapat di Indonesia dan Filipina pada tahun 1976, secara sporadis. Kini penyakit kerdil rumput telah tersebar luas di Indonesia, Filipina, Muangthai dan India. Diduga virus ini sebelumnya telah terdapat di Indonesia tetapi gejalanya tertutup gejala kerdil rumput. Ou (1965) melaporkan bila di lapang banyak ditanam kultivar yang resisten terhadap kerdil rumput maka kerdil hampa akan banyak terlihat. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bila tanaman terinfeksi 34 - 76%, maka berkurangnya hasil panen mencapai 53 - 82%. (Palmer et al., 1978).
Virus penyakit padi ini disebarkan oleh vektor serangga dan telah dianggap sebagai penyakit penting di seluruh dunia, yang diperkirakan menyebabkan kerugian tanaman rata-rata yang sebenarnya kurang dari 1,5%. Namun, epidemi sporadis penyakit virus padi dapat menyebabkan kerusakan di daerah tertentu atau suatu negara (Ramasamy dan Jatileksono, 1996). Misalnya, daerah di mana padi terserang penyakit virus tungro adalah epidemi kecil kaitannya dengan total produksi padi dari suatu negara, namun sawah yang terkena penyakit ini mungkin mengalami kehilangan hasil total. Kerusakan tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan petani di Asia, yang umumnya tergantung pertanian dengan produksi yang relatif kecil (Azzam dan Kanselir, 2002).
Strategi pengendalian yang akurat dan efektif akan mengurangi tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit kerdil hampa. Oleh karena itu, untuk mengetahui strategi pengendalian, terlebih dahulu harus mengetahui biologi dan ekologi virus penyebab penyakit kerdil hampa pada tanaman padi.

A.    Gejala Penyakit RRSV
Tanaman padi yang terserang akan menunjukkan berbagai macam gejala, diantaranya ialah: pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil, mempunyai anakan dengan jumlah sangat banyak, tepi daun tidak rata atau bergerigi (ragged) dan berlekuk-lekuk atau sobek- sobek, daun hijau pendek, sempit, dan kekuningan (klorosis) terjadi pembengkakan tulang daun atau pembentukan puru yang berwarna kuning pucat sampai coklat serta terjadi pembelitan daun (twisting), malai tidak dapat keluar dengan sempurna dan gabahnya hampa. Tetapi daun yang tidak rata biasanya hanya pada salah satu sisi saja dan bagian yang berlekuk-lekuk ini menjadi klorosis dan masak. Berlekuk-lekuknya daun ini adalah ciri khas penyakit kerdil hampa. Pembelitan daun biasanya terjadi pada bagian atas daun. gejala berkembang 10-20 hari setelah terjadi infeksi. Faktor yang mendukung timbulnya penyakit ini adalah adanya vector pada saat tanaman pada fase pembentukan anakan (IRRI, 2010).


Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org

A.    Siklus Penularan Virus
Virus kerdil hampa tidak dapat ditularkan secara mekanik, melalui biji atau melalui organisme dalam tanah tetapi hanya dapat ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Wereng coklat menularkan dua jenis virus, yaitu virus kerdil hampa (RRSV) yang merupakan anggota kelompok reovirus, dan virus kerdil rumput (RGSV) anggota kelompok tenuivirus. Virus ini berkembang biak di wereng tetapi tidak ditularkan melalui telur (Hibino, 1989). Selama studi virus yang ditularkan oleh wereng, ditemukan partikel mirip virus dalam sebuah koloni wereng coklat yang kemudian disebut sebagai N. Lugens Reovirus (NLRV) (Noda et al., 1991). Ketiga biotipe wereng coklat dapat menularkan virus ini dengan efektivitas yang sama (Ou, 1985). Hubungan virus dengan vektornya adalah secara persisten. Periode makan akuisisi terpendek lebih kurang delapan jam dan periode latennya rata-rata lebih kurang sembilan hari (2-33 hari). Periode makan inokulasi minimum lebih kurang satu jam dan bila periode makan inokulasinya diperpanjang sampai satu hari maka tanman yang terinfeksi akan bertambah banyak. Periode retensinya berkisar antara 3-35 hari (rata-rata 15 hari) atau 13-35% dari lama hidupnya. Penularan virus ini adalah transtadial tetapi tidak transovarial. Periode inkubasinya dalam tanaman selama 2-3 minggu. Hibino et al., (1977) melaporkan bahwa tanaman yang terserang kerdil hampa menunjukkan suatu penyembuhan sementara, karena gejala dapat hilang tetapi akan timbul kembali.
Berdasarkan penelitian IRRI (2010), RRSV dapat ditularkan melalui kedua nimfa dan dewasa wereng coklat yang mengirimkan virus kerdil rumput. Serangga bisa mendapatkan virus dengan memberi makan pada tanaman sakit dalam 6 jam-akuisisi akses periode (minimal 30 menit). Lagi periode makan hingga 24 jam menyebabkan persentase yang lebih tinggi dari yang terinfeksi serangga. Setelah periode laten 5-28 hari (rata-rata 10-11 hari), para wereng coklat dapat menularkan virus dalam akses inokulasi periode beberapa menit sampai 24 jam (minimal 5-15 menit). Serangga yang terinfeksi dapat menularkan virus sampai mereka mati.

Sumber: rice doctor. international rice research institute

B.     Partikel virus
Partikel virus kerdil hampa berbentuk polihedral berdiameter 50 - 70 nm dan banyak ditemukan dalam sel-sel floem dan sel-sel puru (Ou, 1985). Senboku et al., (1980) melaporkan bahwa sifat fisik virus adalah sebagai berikut: ketahanan in vitro pada 4°C adalah 17 hari, batas pengenceran 10-5 (daun) dan 10-6 (serangga), panas inaktivasi 60°C dan pada pH 6 - 9 masih tahan.

Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org


A.    Inang dan resistensi
Pengujian beberapa spesies tanarnan di Filipina menunjukkan bahwa Oryza latifolia dan O. nivera dapat terinfeksi oleh virus kercil hampa. Dilaporkan bahwa kultivar IRRI Acc No. 11053 reisten terhadap virus kerdil hampa (Ling dkk., 1978). Kultivar ini juga resisten terhadap ketiga biotipe wereng coklat (Ou, 1965).

B.     Pengendalian
Untuk rnengendalikan virus ini perlu dilakukan pengendalian yang terpadu meliputi :
penggunaan varietas yang resisten, misal Ciherang
bibit di pembibitan diusahakan agar bebas dari vektor,
eradikasi tanaman yang terinfeksi,
pola dan waktu tanam diatur sedemikian rupa sehingga dapat mematahkan siklus hidup vektor (padi - palawija - padi), dan
penggunaan insektisida yang tepat untuk mengurangi populasi vektor.
dengan menginduksi ketahanan sistemik yang terdapat pada tanaman dengan bahan tertentu. Ketahanan sistemik dari suatu tanaman dapat diaktifkan dengan menginduksi gen-gen ketahanan yang terdapat di dalam tanaman. Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan tanaman adalah ekstrak tumbuhan (Hersanti, 2003) dan kitosan (Vasyukova et al., 2001) maupun dengan agens pengendali hayati (PGPR/ PGPF).
Pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah mencabut tanaman yang terserang dan memusnahkannya dengan dibakar. Hal ini dilakukan karena penyakit virus menyerang secara sistemik sehingga untuk memusnahkannya adalah dengan cara membakar tanaman yang terserang.

 8. Penyakit fusarium

 Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi. Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan merkuri.

 9. Penyakit noda/api palsu
Penyakit ini sudah terdapat di semua negara penanam padi termasuk Indonesia. Gosong palsu umumnya adalah penyakit minor, tetapi kejadian endemik pernah dilaporkan di India, Myanmar, Peru dan Pilipina.

 Gejala Penyakit
 Biji padi berubah menjadi bola spora berdiameter 1 cm (bahkan ada yang mencapai 5 cm), keluar diantara sekam, berwarna kuning emas dan kadang-kadang hijau. Bagian tengah dari bola ini adalah suatu anyaman meselium padat yang merupakan sklerotium. Dilaporkan bahwa bulir yang berdekatan dengan bulir yang menunjukkan gosong palsu adalah sehat. Di bagian luar dari anyaman miselium ini terdapat tiga lapisan spora. Lapisan dalam dan tengah adalah spora yang belum matang berwarna kuning keemasan. Lapisan luar adalah spora yang telah matang berwarna agak kehitaman. Umumnya hanya beberapa bulir padi saja yang terserang pada satu malai
 Penyebab Penyakit
 Penyakit disebabkan pleh Ustilaginoidea virens yang membentuk sklerotium berdiameter 5-8 mm. Konidia yang dibentuk di permukaan sklerotium, berbentuk bulat lonjong, berduri, berukuran 4-6 x 3-5 um, berkecambah dengan membentuk konidium sekunder yang lebih kecil dan hialin
 Siklus Penyakit
 Konidia tersebar oleh angin, menginfeksi bunga atau biji yang mulai terbentuk. Patogen dapat bertahan sebagai sklerotium atau sebagai bola spora yang mengeras yang disebut pseudomorph.
 Pseudomorph dapat bertahan 4 bulan dalam kondisi lapangan. Musim hujan, kelembaban tinggi, pemupukan nitrogen berlebih meningkatkan perkembangan penyakit
 Pengendalian Penyakit
 Jarang dikendalikan karena kurang merugikan. Beberapa varietas padi dilaporkan tahan terhadap U. Virens. Beberapa jenis fungisida dapat secara efektif mengendalikan gosong palsu
 10.  Bercak daun coklat






Umum terdapat di negara penghasil padi dunia (tropis dan subtropis). Di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh van Breda de Haan pada tahun 1900. Terdapat terutama pada pertanaman yang kurang baik keadaannya (kekurangan air atau unsur hara)


 Gejala Penyakit
 Dapat muncul pada semai, daun, bulir padi (disebut kerusakan fase 1, 2, 3) Pada persemaian bibit yang terinfeksi busuk pada koleoptil, batang dan akar sehingga mati. Gejala pada daun berupa bercak memanjang (oval) bertepi coklat tua dan bagian tengah kuning pucat, kelabu, dan kadang dikelilingi “halo”. Bila terserang berat daun menjadi kering, batang dan tangkai bulir terinfeksi patah sehingga biji keriput; atau tanaman tidak membentuk malai atau malai tidak keluar dari upih. Pada bulir padi hanya sebagian biji pada malai yang terserang; bercak berwarna coklat
 Penyebab Penyakit
 Penyakit disebabkan pleh Dreschslera oryzae atau Bipolaris oryzae atau Helminthosporium oryzae. Di atas permukaan bercak, konidiofora menyangga 1-6 konidia. Konidium melengkung, di tengah agak lebar, bersekat 6-14, berhilum, kecoklatan. Konidium berkecambah dari kedua sel ujung. Cendawan dapat menghasilkan enzim proteolitik penghancurkan dinding sel, dan juga menghasilkan cochliobolin atau opiobolin, yaitu toksin penghambat pertumbuhan akar dan pengganggu respirasi daun
 Siklus Penyakit
 Miselium dan konidia dapat bertahan dalam biji selama 4 tahun; atau pada jerami atau tanah. Konidia terbawa angin atau benih; tanah terinfestasi; sisa tanaman atau gulma sakit  sumber infeksi primer. (Gulma: Leersia hexandra, Cynodon dactylon, Digitaria sanguinalis, Eleusine indica, E. corona). Konidium berkecambah dari kedua sel ujung, penetrasi epidermis inang dengan/tanpa apresorium, perkecambahan perlu air bebas dan suhu 16-30C/optimum 20-30C. Polycyclic terjadi bila ada infeksi, muncul gejala, sporulasi kemudian konidia menginfeksi tanaman baru, siklus tersebut berulang kembali.
 Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
 Ketahanan tanaman berbeda dan berkorelasi dengan ketebalan sel epidermis dan lapisan kutikula, kandungan silikat dalam sel, dan kecepatan akumulasi polifenol saat infeksi. Tanaman padi bertambah rentan semakin bertambahnya umur dan eriode paling rentan saat pembentukan bunga dan buah. Padi yang ditanam di tempat kering (padi gogo) lebih rentan. Hal ini berhubungan dengan kelembaban tanah dan udara. Kelebihan/kekurang nitrogen memperparah penyakit. Selain itu insiden penyakit lebih banyak pada tanaman kekurangan besi, mangan atau kalium.
 Pengendalian Penyakit
 Memperbaiki cara bertanam: pemupukan seimbang; pengairan yang cukup; penanaman serempak. Patogen bertahan dalam tanah sehingga perlu pergiliran tanaman. Sanitasi yaitu eleminasi sisa tanaman dan gulma sakit. Untuk mengindari terbawa benih perlakuan dengan fungisida atau air panas.
PENYAKIT BERCAK COKLAT SEMPIT
 Pertama kali dilaporkan di Indonesia (Jawa) pada tahun 1900 oleh Raciborski dan kemudian di Jepang tahun1906. Saat ini telah tersebar di semua negara penghasil padi dunia dan dikenal dengan narrow brown leaf spot


 Gejala Penyakit
 Gejala muncul selama fase reproduksi tanaman padi dan gejala paling berat tampak sekitar sebulan sebelum panen. Dicirikan oleh bercak adanya sempit memanjang pada daun, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan tulang daun. Pada serangan yang berat bercak dapat timbul pada seludang daun, batang, dan bulir. Bercak cenderung lebih sempit, lebih pendek dan berwarna lebih gelap pada varietas padi yang resisten
 Penyebab Penyakit
 Penyakit disebabkan pleh Cercospora janseana atau Cercospora oryzae atau Sphaerulina oryzina (stadium sempurna). Konidiofora berwarna coklat, tumbuh di atas bercak sendiri-sendiri atau berkumpul sampai tiga. Konidium dibentuk di atas konidiofora, berbentuk gada terbalik, bersekat 3 – 10.
 Siklus Penyakit
 Konidia disebarkan oleh angin dan infeksi terjadi melalui stomata, hifa berkembang di ruang antar sel. Masa inkubasi sebulan atau lebih: gejala tampak lambat di lapang walaupun infeksi terjadi saat tanaman muda. Patogen dapat bertahan hidup pada jerami atau bulir padi atau gulma (Panicum repens)
 Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
 Kerentanan varietas padi terhadap race cendawan dan fase pertumbuhan tanaman adalah faktor yang menentukan perkembangan penyakit. Semua stadia pertumbuhan tanaman padi rentan terhadap infeksi C. oryzae. Pembentukan dan pengisian malai adalah saat paling rentan
 Pengendalian Penyakit
 Penanaman jenis padi yang tahan. Penyemprotan dengan benomil atau mankozeb dapat meningkatkan (menyelamatkan) hasil 30%


Tidak ada komentar:

Posting Komentar