Beberapa pathogen penyebab penyakit tanaman :
1. Jamur scelerotium rolfsii
Menurut Semangun (1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii Sacc. antara lain sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Basiodiomycota
Kelas : Basiomycetes
Ordo : Agaracales
Famili : Typhulaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.
S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kapas. Disini cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri cendawan membentuk jumlah sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm (Semangun, 1991).
Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi tidak hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia. Sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8-11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan yaitu kulit dalam, kulit luar dan kulit teras (Sumartini, 2011).
Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang. S. rolfsii umumnya terdapat di dalam tanah.Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. S. rolfsii dapat terpencar karena terbawa air yang mengalir. S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak mempunyai spora, untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii dapat menyerang tanaman kacang tanah mulai dari saat perkecambahan sampai tanaman produksi. Serangan terutama terjadi pada pangkal batang, tetapi juga bditemukan pada polong, cabang terbawa atau cabang tanaman yang menyentuh permukaan tanah. Tanaman lebih umum terserang pada fase vegetatif, tetapi lebih peka pada saat perkecambahan (Mansyurdin, 1993).
Penyakit layu S. rolfsii menyebabkan pada pangkal batang terdapat benang-benang putih menyerupai bulu. Benang-benang tersebut berubah bentuk menjadi butir-butir bulat atau jorong berwarna coklat. Serangan berat yang dapat menyebabkan tanaman layu, menguning dan akhirnya pangkal batang membusuk. Serangan pada buah dapat menyebabkan tanaman busuk (Fachrudin, 2000).
Tanaman yang sakit, layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi coklat seperti biji sawi dengan garis tengah 1 – 1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, skletorium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun,1991).
Pada umumnya untuk mengendalikan penyakit dilakukan petani dengan menggunakan fungisida (bahan kimia) dan pengendalian dengan menggunakan agen hayati (pengendalian hayati). Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendaluan patogen tular tanah selain menggunakan fungisida (Rahayu, 2008).
Pada umumnya pengendalian dapat dikurangi dengan penggarapan tanah yang lebih baik, perbaikan drainase dan penanaman dengan jarak tanam yang besar, untuk menanggulangi cendawan Sclerotium rolfsii banyak cara yang bisa dilakukan antara lain dengan menananm varietas yang tahan terhadap cendawan tersebut, pemberantasan secara mekanik yaitu dengan mencabut dan membakar tanaman yang terserang serta secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Kemudian secara mekanik dengan dibajak dan menimbun yang dalam sisa tanaman kemudin melakukan rotasi tanaman (Semangun, 1991).
Pengendalian patogen tular tanah ini pada umumnya digunakan dengan cara pengaturan pola tanah, pengapuran, varietas tahan, drainasi yang baik, dan aplikasi fungisida sistemik, sedangkan penggunaan mikoriza untuk pengendalian sudah dilakukan pada padi gogo (Djunaedy, 2008).
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting (Agustiansyah, 2011).
Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S.rolfsii, namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Astiko dkk. 2009).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Koes dan Arief, 2011).
Benih yang bermutu rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih yaitu perlakuan invigorasi. Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih adalah matriconditioning. Matriconditioning dapat memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan benih sayur-sayuran. Matriconditioning meningkatkan kecepatan berkecambah dan daya berkecambah benih, serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Budiman, 2009).
Fungisida
Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal) yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar. Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman umumnya daun tempat fungisida disemprotkan. Karena itu fungisida kontak sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit (Sunardi, 2007).
Syarat ideal fungisida sistemik adalah : 1) bekerja sebagai toksijkan dalam tanaman inang, 2) mengganggu metabolism inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dan tidak mengurasi kuantitas, maupun kualitas tanaman, 3) dapat diabsorbsi dengan baik dan ditranslokasikan dari titik aplikasi ke tempat patogen dan mempunyai derajat stabilitas dalam tanaman inang, 4)toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, 5) meningkatkan ketahanan inang (Djunaedy, 2008).
2. Jamur fusarium
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Fusarium adalah salah satu genus cendawan berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah.
Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan.
Beberapa spesies Fusarium merupakan patogen pada tanaman yang dapat menyebabkan penyakit hawar yang menyerang gandum di berbagai belahan Eropa, Amerika, dan Asia hingga menjadi epidemik dan mengakibatkan kerugian akibat kegagalan panen. Penyakit yang disebabkan oleh Fusarium ini umumnya disebut sebagai Fusarium head blight (FHB) atau scab dan dipengaruhi oleh kelembaban udara yang berlebihan pada musim tertentu. FBH dapat diatasi dengan penggunaan benih tanaman gandum transgenik yang resisten terhadap FBH. Umumnya ada dua tipe tanaman resisten FBH, yaitu tanaman yang resisten terhadap penetrasi Fusarium dan tanaman yang resisten terhadap penyebaran Fusarium di dalam jaringan tubuhnya. Beberapa spesies Fusarium, terutama F. sambucinum dapat menyebabkan busuk pada umbi kentang. Gejala dari pembusukan ini adalah permukaan kentang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk. Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan dan desinfeksi alat-alat pemanenan dan menyimpan hasil panen pada tempat dengan humiditas yang tidak terlalu tinggi. Fusarium juga dapat menyebabkan pembusukan pada biji jangung yang biasanya dikarenakan F. graminearum. Penyakit lain yang dapat diakibatkan oleh Fusarium adalah kelayuan atau disebut Fusarium wilt disease, contohnya Fusarium oxysporum f. sp. Cucumerinum J. H. Owen yang menyerang tanaman mentimun. Penyakit ini ditandai dengan nekrosis pada jaringan tanaman dan diikuti dengan kelayuan daun akibat invasi patogen pada jaringan vaskular tanaman hingga terjadi kematian dalam beberapa hari atau minggu. Penyebaran penyakit ini dapat dikurangi dengan penggunaan pupuk bioorganik dan senyawa kimia antifungi.
3. Erwinia sp
Klasifikasi ilmiah jamur :
Kingdom : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Erwinia
Spesies : Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye.
Bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tanaman famili solanaceae. Bakteri ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alami (Hardyanto, 2010).
Pathogen busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Dapat menyerang dan menghancurkan jaringan akar, umbi, batang, daun, dan buah. Pathogen ini dapat memperbanyak diri pada ruang intraseluler serta menghasilkan sekresi berupa enzim pektolitik dalam jumlah besar. Suhu merupakan factor utama yang menentukan pathogenesis beberapa bakteri busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. dapat berkembang baik pada suhu diatas 220C yaitu pada daerah iklim hangat (Hardiyanti, 2010).
Penyakit busuk lunak tergolong penyakit yang serius. Gejala serangan ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil berwarna kecoklatan di permukaan daun (Iswanto, 2001; Hakim, 2010). Bercak-bercak kecil berair tersebut kemudian berkembang menjadi kecoklatan dan mengeluarkan bau busuk (Hakim, 2010).
Gejala serangan Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. lebih banyak dijumpai pada tempat penyimpanan atau pada waktu pengangkutan (pasca panen) daripada dilapangan. Gejala awal pada daun segar terjadi bercak-bercak berair yang kemudian membesar dan berwarna coklat. Pada serangan lanjut, daun yang terinfeksi melunak, berlendir dan mengeluarkan bau yang khas (Sagala, 1998).
Pengendalian penyakit busuk lunak pada sayur-sayuran masih dikhususkan pada sanitasi dan kultur teknik. Semua sisa-sia tanaman dibersihkan dari sekitar gudang penyimpanan dan dinding gudang harus didisinfeksi dengan larutan yang mengandung formal dehida atau tembaga sulfat. Kemudian hanya menyimpan hasil panen yang sehat saja. Jaringan sakit atau yang terinfeksi harus segera dibuang dan dibakar. Hasil panen sebaiknya disimpan dalam keadaan kering dan kelembapan dalam gudang dijaga tetap rendah untuk mencegah terjadinya infeksi. Suhu diatur sekitar 40C untuk menghambat perkembangan bakteri jika terjadi infeksi baru. Pengendalian terhadap penyakit busuk lunak ini antara lain : (Sagala, 1998)
1. Sanitasi, yaitu menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman sakit sebelum menanam.
2. Menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindari kelembaban yang terlalu tinggi, terutama dimusim hujan.
3. Pada waktu pemeliharaan tanaman sejauh mungkin dihindari terjadinya luka yang tidak perlu khususnya pada waktu menyiang.
4. Pengendalian pasca panen dilakukan dengan :
a. Mencuci tanaman dengan air yang mengandung kloroks.
b. Mengurangi terjadinya luka dalam penyimpanan dan pengangkutan.
c. Menyimpan dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi cukup, sejuk dan difumigasi sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar