A. Kelembaban
Dalam dunia pertanian, iklim sangat berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya suatu tanaman sehingga dibutuhkan data-data yang lengkap dan akurat tentang iklim dan cuaca dari suatu wilayah . Beberapa anasir iklim yang penting adalah: temperatur, kelembaban udara, angin, sinar matahari,curah hujan dan evaporasi. Untuk mengukur nilai dari beberapa anasir iklim tersebut diperlukan suatu alat-alat pengukur meteorologis.
Dalam atmosfer senantiasa terdapat uap air. Kadar uap air di udara disebut lengas (kelembaban, kebasahan) udara. Uap air adalah gas yang tidak berbau, tidak terlihat dan tidak berwarna, uap air ialah air dalam bentuk dan keadaan gas. Semua uap air dalam atmosfer disebabkan kerana penguapan.
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah pengawalembap (dehumidifier). Dapat dianalogikan dengan sebuah termometer dan termostat untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5% pada 0 °C (32 °F).
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara.Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut mempunyai arti dan fungsi tertentu dikaitkan dengan masalah yang dibahas (Handoko,1994).
Semua uap air yang ada di dalam udara berasal dari penguapan.Penguapan adalah perubahan air dari keadaan cair kekeadaan gas. Pada proses penguapan diperlukan atau dipakai panas, sedangkan pada pengembunan dilepaskan panas. Seperti diketahui, penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan air yang terbuka saja, tetapi dapat juga terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuh-tumbuhan. Penguapan dari tiga tempat itu disebut dengan Evaporasi(Karim,1985).
udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan.Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensi air antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika ke dalam suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan tersebut akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air pada udara dengan potensi air larutan. Demikian pula halnya jika hidrat kristal garam-garam (salt cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup maka air dari hidrat kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air (Lakitan, 1994).
Cara yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan 2 termometer, yang basah dan kering.Prinsipnya semakin kering udara, maka air semakin mudah menguap.karena penguapan butuh kalor maka akan menurunkan suhu pada thermometer basah. Sedangkan termometer kering mengukur suhu aktual udara.Akibatnya jika perbedaan suhu antara keduanya semakin besar, maka artinya kelembaban relatif udara semakin rendah. Sebaliknya jika suhu termometer basah dan thermometer kering sama, artinya udara berada pada kondisi lembab jenuh (Santoso, 2007).
Adapun kelembaban dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
1. Kelembaban mutlak (absolut), adalah banyak sedikitnya uap air dalam gram pada 1 cm3 atau jumlah uap air yang dikandung udara pada suatu daerah tertentu yang dinyatakan dalam gram uap air tiap m3 udara. Kelembaban absolut tergantung pada suhu yang mempengaruhi kekuatan udara untuk memuat uap air. Tiap-tiap suhu mempunyai batas dari uap air yang dimuatnya.
2. Kelembaban relatif (nisbi), yaitu perbandingan antara uap air di udara pada suhu yang sama, dengan jumlah uap air maksimum yang dikandung udara dan dinyatakan dengan persen. Pada suhu udara yang semakin naik maka kelembaban relatif akan semakin kecil. Kelembaban relatif paling besar adalah 100%. Pada saat itu terjadi titik pengembunan, artinya pendinginan terus berlangsung dan terjadilah kondensasi yaitu uap air menjadi titik air dan jika melampaui titik beku terjadilah kristal es atau salju. Alat pengukur kelembaban relatif adalah higrometer rambut.
Kelembaban relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.Perhitungan kelembaban relatif ini merupakan salah satu data yang dibutuhkan (selain suhu, curah hujan, dan observasi visual terhadap vegetasi) untuk melihat seberapa kering areal perkebunan sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat potensi kebakaran lahan (Santoso, 2007).
Tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut :
a. Suhu.
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda- benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut.
Suhu udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu temperature atau derajat panas disebut thermometer. Dimana pada praktikum ini menggunakan thermometer bola kering dan thermometer bola basah.
Suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara.
b) Kuantitas dan kualitas penyinaran Kualitas intensitas
Lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
berbagai proses fisiologi tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisme.
c) Pergerakan angin
Semakin tinggi kecepatan pergerakan angin akan lebih mempercepat pegangkatan uap air menggempul di udara.
d) Tekanan udara
Tekanan udara adalah tekanan yang diberikan oleh kolom udara karena beratnya kepada 1 cm2 Bidang mendatar dari permukaan bumi sampai batas atmosfer. Satuan tekanan udara 1 atm= 76.0 cm , 1 hg= 29,92 inches hg=1.013.m bar. Semakin tinggi suatu tempat tekanan udaranya semakin rendah. Udara adalah campuran berbagai gas, jadi mempunyai berat dan memberikan efek tekanan yang biasa dinamakan tekanan udara.
e) Vegetasi
Semakin banyak vegetasi suatu daerah semakin mempengaruhi tingkat kelembaban suatu
daerah, mengingat tanaman termasuk salah satu penghasil uap air melalaui proses transpirasi.
f) Ketersediaan air di suatu tempat (air tanah)
Kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap peynakit dibidang pertanian. Kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan penyakit semakin berkembang,penyakit akan menyebar secara luas bila kelembaban udara lingkungan sesuai dengan kelembaban optimalnya. Sebagai contoh, penyakit akan menyebar dengan bantuan hujan, dengan hujan maka bakteri penyebab penyakit pada tanaman akan lebih mudah berpindah dari tanaman yang sudah terinfeksi ke tanaman yang sehat shingga tanaman yang sehat akan terjangkitai penyakit yang sama.
Namun bila kelembaban rendah dalam artian suhu tinggi maka penyebaran penyakit akan berkurang, tapi sebaliknya hama akan berkembang. Penyakit yang disebabkan oleh virus akan berkembang juga karna virus merupakan mahluk yang selalu mempunyai vektor (vektor virus merupakan ham) jadi bila hama bertambah banyak maka penyakit yang disebabkan oleh virus juga akan berkembang.
B. Evaporasi
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.
Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup untuk menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap"
Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam gas tertentu (contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini memiliki molekul-molekul yang cenderung tidak menghantar energi satu sama lain dalam pola yang cukup buat memberi satu molekul "kecepatan lepas" - energi panas - yang diperlukan untuk berubah menjadi uap. Namun cairan seperti ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh lebih lambat dan karena itu lebih tak terlihat
Penguapan adalah bagian esensial dari siklus air. Uap air di udara akan berkumpul menjadi awan. Karena pengaruh suhu, partikel uap air yang berukuran kecil dapat bergabung (berkondensasi) menjadi butiran air dan turun hujan. [1]. Siklus air terjadi terus menerus. Energi surya menggerakkan penguapan air dari samudera, danau, embun dan sumber air lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan transpirasi (yang melibatkan penguapan di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif diistilahkan sebagai evapotranspirasi.
Evaporasi (diberi notasi E0) adalah penguapan yang terjadi dari permukaan air (seperti laut, danau, dan sungai), permukaan tanah (genangan air di atas tanah dan penguapan dari permukaan air tanah yang dekat dengan permukaan tanah), dan permukaan tanaman (intersepsi). Apabila permukaan air tanah cukup dalam, evaporasi dari air tanah adalah kecil dan dapat diabaikan.
Intersepsi adalah penguapan yang berasal dari air hujan yang berada pada permukaan daun, ranting, dan batang tanaman. Sebagian air hujan yang jatuh akan tertahan oleh tanaman dan menempel pada daun dan cabang, yang kemudian akan menguap. Sedangkan Transpirasi (diberi notasi Et) adalah penguapan melalui tanaman, dimana air tanah diserap oleh akar tanaman yang kemudian dialirkan melalui batang sampai ke permukaan daun dan menguap menuju atmosfer.
Dilapangan, sulit membedakan antara penguapan dari badan air, tanah dan tanaman. Oleh karena itu, biasanya evaporasi dan transpirasi dicakup menjadi satu yang disebut evapotranspirasi yaitu penguapan yang terjadi di permukaan lahan, yang meliputi permukaan tanah dan tanaman yang tumbuh dipermukaan tersebut.
Laju evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi dinyatakan dengan volume air yang hilang oleh proses tersebut tiap satuan luas dalam satu satuan waktu; yang biasanya diberikan dalam mm/hari atau mm/bulan. Laju evapotranspirasi tergantung pada ketersediaan air dan kemampuan atmosfer mengevapotranspirasikan air dari permukaan. Apabila ketersediaan air (lengas tanah) tak terbatas maka evapotranspirasi yang terjadi disebut evapotranspirasi potensial (ETP). Pada umumnya ketersediaan air di permukaan tidak tak terbatas, sehingga evapotranspirasi terjadi dengan laju lebih kecil dari evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi di suatu daerah disebut evapotranspirasi nyata.
Proses perubahan bentuk dari air menjadi uap air terjadi baik pada evaporasi maupun evapotranspirasi. Penguapan dipengaruhi oleh kondisi klimatologi, yang meliputi : radiasi matahari, temperatur udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Untuk memperkirakan besarnya penguapan yang terjadi diperlukan data-data tersebut. Beberapa instansi seperti BMKG, Dinas Pengairan, dan Dinas Pertanian secara rutin melakukan pengukuran data klimatologi.
Pada setiap perubahan bentuk zat; dari es menjadi air (pencairan), dari zat cair menjadi gas (penguapan) dan dari es lengsung menjadi uap air (penyubliman) diperlukan panas laten (laten heat). Panas laten untuk penguapan berasal dari radiasi matahari dan tanah. Radiasi matahari merupakan sumber utama panas dan mempengaruhi jumlah evaporasi di atas permukaan bumi, yang tergantung letak pada garis lintang dan musim.
Radiasi matahari di suatu lokasi bervariasi sepanjang tahun, yang tergantung pada letak lokasi (garis lintang) dan deklinasi matahari. Pada bulan Desember kedudukan matahari berada paling jauh di selatan, sementara pada bulan Juni kedudukan matahari berada palng jauh di utara. daerah yang berada di belahan bumi selatan menerima radiasi maksimum matahari pada bulan Desember, sementara radiasi terkecil pada bulan Juni, begitu pula sebaliknya. Radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi juga dipengaruhi oleh penutupan awan. Penutupan oleh awan dinyatakan dalam persentase dari lama penyinaran matahari nyata terhadap lama penyinaran matahari yang mungkin terjadi.
Temperatur udara pada permukaan evaporasi sangat berpengaruh terhadap evaporasi. Semakin tinggi temperatur semakin besar kemampuan udara untuk menyerap uap air. Selain itu semakin tinggi temperatur, energi kinetik molekul air meningkat sehingga molekul air semakin banyak yang berpindah ke lapis udara di atasnya dalam bentuk uap air. Oleh karena itu di daerah beriklim tropis jumlah evaorasi lebih tinggi, di banding dengan daerah di kutub (daerah beriklim dingin). Untuk variasi harian dan bulanan temperatur udara di Indonesia relatif kecil.
Pada saat terjadi penguapan, tekanan udara pada lapisan udara tepat di atas permukaan air lebih rendah di banding tekanan pada permukaan air. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan terjadinya penguapan. Pada waktu penguapan terjadi, uap air bergabung dengan udara di atas permukaan air, sehingga udara mengandung uap air.
Udara lembab merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Apabila jumlah uap air yang masuk ke udara semakin banyak, tekanan uapnya juga semakin tinggi. Akibatnya perbedaan tekanan uap semakin kecil, yang menyebabkan berkurangnya laju penguapan. Apabila udara di atas permukaan air sudah jenuh uap air tekanan udara telah mencapai tekanan uap jenuh, di mana pada saat itu penguapan terhenti. Kelembaban udara dinyatakan dengan kelembaban relatif.
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan perairan laut cukup luas, mempunyai kelembaban udara tinggi. Kelembaban udara tergantung pada musim, di mana nilainya tinggi pada musim penghujan dan berkurang pada musim kemarau. Di daerah pesisir kelembaban udara akan lebih tinggi daripada di daerah pedalaman.
Penguapan yang terjadi menyebabkan udara di atas permukaan evaporasi menjadi lebih lembab, sampai akhirnya udara menjadi jenuh terhadap uap air dan proses evaporasi terhenti. Agar proses penguapan dapat berjalan terus lapisan udara yang telah jenuh tersebut harus diganti dengan udara kering. Penggantian tersebut dapat terjadi apabila ada angin. Oleh karena itu kecepatan angin merupakan faktor penting dalam evaporasi. Di daerah terbuka dan banyak angin, penguapan akan lebih besar daripada di daerah yang terlindung dan udara diam.
Untuk di negara Indonesia, kecepatan angin relatif rendah. Pada musim penghujan angin dominan berasal dari barat laut yang membawa banyak uap air, sementara pada musim kemarau angin berasal dari tenggara yang kering.
kuliah pertanian
Senin, 07 Desember 2015
Minggu, 06 Desember 2015
PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT TANAMAN
Beberapa pathogen penyebab penyakit tanaman :
1. Jamur scelerotium rolfsii
Menurut Semangun (1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii Sacc. antara lain sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Basiodiomycota
Kelas : Basiomycetes
Ordo : Agaracales
Famili : Typhulaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.
S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kapas. Disini cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri cendawan membentuk jumlah sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm (Semangun, 1991).
Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi tidak hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia. Sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8-11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan yaitu kulit dalam, kulit luar dan kulit teras (Sumartini, 2011).
Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang. S. rolfsii umumnya terdapat di dalam tanah.Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. S. rolfsii dapat terpencar karena terbawa air yang mengalir. S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak mempunyai spora, untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii dapat menyerang tanaman kacang tanah mulai dari saat perkecambahan sampai tanaman produksi. Serangan terutama terjadi pada pangkal batang, tetapi juga bditemukan pada polong, cabang terbawa atau cabang tanaman yang menyentuh permukaan tanah. Tanaman lebih umum terserang pada fase vegetatif, tetapi lebih peka pada saat perkecambahan (Mansyurdin, 1993).
Penyakit layu S. rolfsii menyebabkan pada pangkal batang terdapat benang-benang putih menyerupai bulu. Benang-benang tersebut berubah bentuk menjadi butir-butir bulat atau jorong berwarna coklat. Serangan berat yang dapat menyebabkan tanaman layu, menguning dan akhirnya pangkal batang membusuk. Serangan pada buah dapat menyebabkan tanaman busuk (Fachrudin, 2000).
Tanaman yang sakit, layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi coklat seperti biji sawi dengan garis tengah 1 – 1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, skletorium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun,1991).
Pada umumnya untuk mengendalikan penyakit dilakukan petani dengan menggunakan fungisida (bahan kimia) dan pengendalian dengan menggunakan agen hayati (pengendalian hayati). Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendaluan patogen tular tanah selain menggunakan fungisida (Rahayu, 2008).
Pada umumnya pengendalian dapat dikurangi dengan penggarapan tanah yang lebih baik, perbaikan drainase dan penanaman dengan jarak tanam yang besar, untuk menanggulangi cendawan Sclerotium rolfsii banyak cara yang bisa dilakukan antara lain dengan menananm varietas yang tahan terhadap cendawan tersebut, pemberantasan secara mekanik yaitu dengan mencabut dan membakar tanaman yang terserang serta secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Kemudian secara mekanik dengan dibajak dan menimbun yang dalam sisa tanaman kemudin melakukan rotasi tanaman (Semangun, 1991).
Pengendalian patogen tular tanah ini pada umumnya digunakan dengan cara pengaturan pola tanah, pengapuran, varietas tahan, drainasi yang baik, dan aplikasi fungisida sistemik, sedangkan penggunaan mikoriza untuk pengendalian sudah dilakukan pada padi gogo (Djunaedy, 2008).
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting (Agustiansyah, 2011).
Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S.rolfsii, namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Astiko dkk. 2009).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Koes dan Arief, 2011).
Benih yang bermutu rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih yaitu perlakuan invigorasi. Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih adalah matriconditioning. Matriconditioning dapat memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan benih sayur-sayuran. Matriconditioning meningkatkan kecepatan berkecambah dan daya berkecambah benih, serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Budiman, 2009).
Fungisida
Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal) yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar. Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman umumnya daun tempat fungisida disemprotkan. Karena itu fungisida kontak sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit (Sunardi, 2007).
Syarat ideal fungisida sistemik adalah : 1) bekerja sebagai toksijkan dalam tanaman inang, 2) mengganggu metabolism inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dan tidak mengurasi kuantitas, maupun kualitas tanaman, 3) dapat diabsorbsi dengan baik dan ditranslokasikan dari titik aplikasi ke tempat patogen dan mempunyai derajat stabilitas dalam tanaman inang, 4)toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, 5) meningkatkan ketahanan inang (Djunaedy, 2008).
2. Jamur fusarium
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Fusarium adalah salah satu genus cendawan berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah.
Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan.
Beberapa spesies Fusarium merupakan patogen pada tanaman yang dapat menyebabkan penyakit hawar yang menyerang gandum di berbagai belahan Eropa, Amerika, dan Asia hingga menjadi epidemik dan mengakibatkan kerugian akibat kegagalan panen. Penyakit yang disebabkan oleh Fusarium ini umumnya disebut sebagai Fusarium head blight (FHB) atau scab dan dipengaruhi oleh kelembaban udara yang berlebihan pada musim tertentu. FBH dapat diatasi dengan penggunaan benih tanaman gandum transgenik yang resisten terhadap FBH. Umumnya ada dua tipe tanaman resisten FBH, yaitu tanaman yang resisten terhadap penetrasi Fusarium dan tanaman yang resisten terhadap penyebaran Fusarium di dalam jaringan tubuhnya. Beberapa spesies Fusarium, terutama F. sambucinum dapat menyebabkan busuk pada umbi kentang. Gejala dari pembusukan ini adalah permukaan kentang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk. Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan dan desinfeksi alat-alat pemanenan dan menyimpan hasil panen pada tempat dengan humiditas yang tidak terlalu tinggi. Fusarium juga dapat menyebabkan pembusukan pada biji jangung yang biasanya dikarenakan F. graminearum. Penyakit lain yang dapat diakibatkan oleh Fusarium adalah kelayuan atau disebut Fusarium wilt disease, contohnya Fusarium oxysporum f. sp. Cucumerinum J. H. Owen yang menyerang tanaman mentimun. Penyakit ini ditandai dengan nekrosis pada jaringan tanaman dan diikuti dengan kelayuan daun akibat invasi patogen pada jaringan vaskular tanaman hingga terjadi kematian dalam beberapa hari atau minggu. Penyebaran penyakit ini dapat dikurangi dengan penggunaan pupuk bioorganik dan senyawa kimia antifungi.
3. Erwinia sp
Klasifikasi ilmiah jamur :
Kingdom : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Erwinia
Spesies : Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye.
Bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tanaman famili solanaceae. Bakteri ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alami (Hardyanto, 2010).
Pathogen busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Dapat menyerang dan menghancurkan jaringan akar, umbi, batang, daun, dan buah. Pathogen ini dapat memperbanyak diri pada ruang intraseluler serta menghasilkan sekresi berupa enzim pektolitik dalam jumlah besar. Suhu merupakan factor utama yang menentukan pathogenesis beberapa bakteri busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. dapat berkembang baik pada suhu diatas 220C yaitu pada daerah iklim hangat (Hardiyanti, 2010).
Penyakit busuk lunak tergolong penyakit yang serius. Gejala serangan ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil berwarna kecoklatan di permukaan daun (Iswanto, 2001; Hakim, 2010). Bercak-bercak kecil berair tersebut kemudian berkembang menjadi kecoklatan dan mengeluarkan bau busuk (Hakim, 2010).
Gejala serangan Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. lebih banyak dijumpai pada tempat penyimpanan atau pada waktu pengangkutan (pasca panen) daripada dilapangan. Gejala awal pada daun segar terjadi bercak-bercak berair yang kemudian membesar dan berwarna coklat. Pada serangan lanjut, daun yang terinfeksi melunak, berlendir dan mengeluarkan bau yang khas (Sagala, 1998).
Pengendalian penyakit busuk lunak pada sayur-sayuran masih dikhususkan pada sanitasi dan kultur teknik. Semua sisa-sia tanaman dibersihkan dari sekitar gudang penyimpanan dan dinding gudang harus didisinfeksi dengan larutan yang mengandung formal dehida atau tembaga sulfat. Kemudian hanya menyimpan hasil panen yang sehat saja. Jaringan sakit atau yang terinfeksi harus segera dibuang dan dibakar. Hasil panen sebaiknya disimpan dalam keadaan kering dan kelembapan dalam gudang dijaga tetap rendah untuk mencegah terjadinya infeksi. Suhu diatur sekitar 40C untuk menghambat perkembangan bakteri jika terjadi infeksi baru. Pengendalian terhadap penyakit busuk lunak ini antara lain : (Sagala, 1998)
1. Sanitasi, yaitu menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman sakit sebelum menanam.
2. Menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindari kelembaban yang terlalu tinggi, terutama dimusim hujan.
3. Pada waktu pemeliharaan tanaman sejauh mungkin dihindari terjadinya luka yang tidak perlu khususnya pada waktu menyiang.
4. Pengendalian pasca panen dilakukan dengan :
a. Mencuci tanaman dengan air yang mengandung kloroks.
b. Mengurangi terjadinya luka dalam penyimpanan dan pengangkutan.
c. Menyimpan dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi cukup, sejuk dan difumigasi sebelumnya.
1. Jamur scelerotium rolfsii
Menurut Semangun (1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii Sacc. antara lain sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Basiodiomycota
Kelas : Basiomycetes
Ordo : Agaracales
Famili : Typhulaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.
S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kapas. Disini cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri cendawan membentuk jumlah sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm (Semangun, 1991).
Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi tidak hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia. Sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8-11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan yaitu kulit dalam, kulit luar dan kulit teras (Sumartini, 2011).
Di daerah tropis S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang. S. rolfsii umumnya terdapat di dalam tanah.Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. S. rolfsii dapat terpencar karena terbawa air yang mengalir. S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak mempunyai spora, untuk pemencaran dan mempertahankan diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii dapat menyerang tanaman kacang tanah mulai dari saat perkecambahan sampai tanaman produksi. Serangan terutama terjadi pada pangkal batang, tetapi juga bditemukan pada polong, cabang terbawa atau cabang tanaman yang menyentuh permukaan tanah. Tanaman lebih umum terserang pada fase vegetatif, tetapi lebih peka pada saat perkecambahan (Mansyurdin, 1993).
Penyakit layu S. rolfsii menyebabkan pada pangkal batang terdapat benang-benang putih menyerupai bulu. Benang-benang tersebut berubah bentuk menjadi butir-butir bulat atau jorong berwarna coklat. Serangan berat yang dapat menyebabkan tanaman layu, menguning dan akhirnya pangkal batang membusuk. Serangan pada buah dapat menyebabkan tanaman busuk (Fachrudin, 2000).
Tanaman yang sakit, layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi coklat seperti biji sawi dengan garis tengah 1 – 1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, skletorium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun,1991).
Pada umumnya untuk mengendalikan penyakit dilakukan petani dengan menggunakan fungisida (bahan kimia) dan pengendalian dengan menggunakan agen hayati (pengendalian hayati). Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendaluan patogen tular tanah selain menggunakan fungisida (Rahayu, 2008).
Pada umumnya pengendalian dapat dikurangi dengan penggarapan tanah yang lebih baik, perbaikan drainase dan penanaman dengan jarak tanam yang besar, untuk menanggulangi cendawan Sclerotium rolfsii banyak cara yang bisa dilakukan antara lain dengan menananm varietas yang tahan terhadap cendawan tersebut, pemberantasan secara mekanik yaitu dengan mencabut dan membakar tanaman yang terserang serta secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Kemudian secara mekanik dengan dibajak dan menimbun yang dalam sisa tanaman kemudin melakukan rotasi tanaman (Semangun, 1991).
Pengendalian patogen tular tanah ini pada umumnya digunakan dengan cara pengaturan pola tanah, pengapuran, varietas tahan, drainasi yang baik, dan aplikasi fungisida sistemik, sedangkan penggunaan mikoriza untuk pengendalian sudah dilakukan pada padi gogo (Djunaedy, 2008).
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting (Agustiansyah, 2011).
Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S.rolfsii, namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Astiko dkk. 2009).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Koes dan Arief, 2011).
Benih yang bermutu rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih yaitu perlakuan invigorasi. Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih adalah matriconditioning. Matriconditioning dapat memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan benih sayur-sayuran. Matriconditioning meningkatkan kecepatan berkecambah dan daya berkecambah benih, serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Budiman, 2009).
Fungisida
Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal) yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar. Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman umumnya daun tempat fungisida disemprotkan. Karena itu fungisida kontak sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit (Sunardi, 2007).
Syarat ideal fungisida sistemik adalah : 1) bekerja sebagai toksijkan dalam tanaman inang, 2) mengganggu metabolism inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dan tidak mengurasi kuantitas, maupun kualitas tanaman, 3) dapat diabsorbsi dengan baik dan ditranslokasikan dari titik aplikasi ke tempat patogen dan mempunyai derajat stabilitas dalam tanaman inang, 4)toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, 5) meningkatkan ketahanan inang (Djunaedy, 2008).
2. Jamur fusarium
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Nectriaceae
Genus : Fusarium
Fusarium adalah salah satu genus cendawan berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah.
Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan.
Beberapa spesies Fusarium merupakan patogen pada tanaman yang dapat menyebabkan penyakit hawar yang menyerang gandum di berbagai belahan Eropa, Amerika, dan Asia hingga menjadi epidemik dan mengakibatkan kerugian akibat kegagalan panen. Penyakit yang disebabkan oleh Fusarium ini umumnya disebut sebagai Fusarium head blight (FHB) atau scab dan dipengaruhi oleh kelembaban udara yang berlebihan pada musim tertentu. FBH dapat diatasi dengan penggunaan benih tanaman gandum transgenik yang resisten terhadap FBH. Umumnya ada dua tipe tanaman resisten FBH, yaitu tanaman yang resisten terhadap penetrasi Fusarium dan tanaman yang resisten terhadap penyebaran Fusarium di dalam jaringan tubuhnya. Beberapa spesies Fusarium, terutama F. sambucinum dapat menyebabkan busuk pada umbi kentang. Gejala dari pembusukan ini adalah permukaan kentang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk. Penyakit ini dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan dan desinfeksi alat-alat pemanenan dan menyimpan hasil panen pada tempat dengan humiditas yang tidak terlalu tinggi. Fusarium juga dapat menyebabkan pembusukan pada biji jangung yang biasanya dikarenakan F. graminearum. Penyakit lain yang dapat diakibatkan oleh Fusarium adalah kelayuan atau disebut Fusarium wilt disease, contohnya Fusarium oxysporum f. sp. Cucumerinum J. H. Owen yang menyerang tanaman mentimun. Penyakit ini ditandai dengan nekrosis pada jaringan tanaman dan diikuti dengan kelayuan daun akibat invasi patogen pada jaringan vaskular tanaman hingga terjadi kematian dalam beberapa hari atau minggu. Penyebaran penyakit ini dapat dikurangi dengan penggunaan pupuk bioorganik dan senyawa kimia antifungi.
3. Erwinia sp
Klasifikasi ilmiah jamur :
Kingdom : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Erwinia
Spesies : Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye.
Bakteri Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tanaman famili solanaceae. Bakteri ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alami (Hardyanto, 2010).
Pathogen busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. Dapat menyerang dan menghancurkan jaringan akar, umbi, batang, daun, dan buah. Pathogen ini dapat memperbanyak diri pada ruang intraseluler serta menghasilkan sekresi berupa enzim pektolitik dalam jumlah besar. Suhu merupakan factor utama yang menentukan pathogenesis beberapa bakteri busuk lunak Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. dapat berkembang baik pada suhu diatas 220C yaitu pada daerah iklim hangat (Hardiyanti, 2010).
Penyakit busuk lunak tergolong penyakit yang serius. Gejala serangan ditandai dengan munculnya bintik-bintik kecil berwarna kecoklatan di permukaan daun (Iswanto, 2001; Hakim, 2010). Bercak-bercak kecil berair tersebut kemudian berkembang menjadi kecoklatan dan mengeluarkan bau busuk (Hakim, 2010).
Gejala serangan Erwinia carotovora pv. carotovora (Jones) Dye. lebih banyak dijumpai pada tempat penyimpanan atau pada waktu pengangkutan (pasca panen) daripada dilapangan. Gejala awal pada daun segar terjadi bercak-bercak berair yang kemudian membesar dan berwarna coklat. Pada serangan lanjut, daun yang terinfeksi melunak, berlendir dan mengeluarkan bau yang khas (Sagala, 1998).
Pengendalian penyakit busuk lunak pada sayur-sayuran masih dikhususkan pada sanitasi dan kultur teknik. Semua sisa-sia tanaman dibersihkan dari sekitar gudang penyimpanan dan dinding gudang harus didisinfeksi dengan larutan yang mengandung formal dehida atau tembaga sulfat. Kemudian hanya menyimpan hasil panen yang sehat saja. Jaringan sakit atau yang terinfeksi harus segera dibuang dan dibakar. Hasil panen sebaiknya disimpan dalam keadaan kering dan kelembapan dalam gudang dijaga tetap rendah untuk mencegah terjadinya infeksi. Suhu diatur sekitar 40C untuk menghambat perkembangan bakteri jika terjadi infeksi baru. Pengendalian terhadap penyakit busuk lunak ini antara lain : (Sagala, 1998)
1. Sanitasi, yaitu menjaga kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman sakit sebelum menanam.
2. Menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindari kelembaban yang terlalu tinggi, terutama dimusim hujan.
3. Pada waktu pemeliharaan tanaman sejauh mungkin dihindari terjadinya luka yang tidak perlu khususnya pada waktu menyiang.
4. Pengendalian pasca panen dilakukan dengan :
a. Mencuci tanaman dengan air yang mengandung kloroks.
b. Mengurangi terjadinya luka dalam penyimpanan dan pengangkutan.
c. Menyimpan dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi cukup, sejuk dan difumigasi sebelumnya.
Jumat, 04 Desember 2015
pengertian, jenis, dan faktor KELEMBABAN
a. Pengertian Kelembaban
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah pengawalembap (dehumidifier). Dapat dianalogikan dengan sebuah termometer dan termostat untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5% pada 0 °C (32 °F).
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air.Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara.Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut mempunyai arti dan fungsi tertentu dikaitkan dengan masalah yang dibahas (Handoko,1994).
Semua uap air yang ada di dalam udara berasal dari penguapan.Penguapan adalah perubahan air dari keadaan cair kekeadaan gas. Pada proses penguapan diperlukan atau dipakai panas, sedangkan pada pengembunan dilepaskan panas. Seperti diketahui, penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan air yang terbuka saja, tetapi dapat juga terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuh-tumbuhan. Penguapan dari tiga tempat itu disebut dengan Evaporasi(Karim,1985).
udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan.Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensi air antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika ke dalam suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan tersebut akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air pada udara dengan potensi air larutan. Demikian pula halnya jika hidrat kristal garam-garam (salt cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup maka air dari hidrat kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air (Lakitan, 1994).
Cara yang lebih praktis yaitu dengan menggunakan 2 termometer, yang basah dan kering.Prinsipnya semakin kering udara, maka air semakin mudah menguap.karena penguapan butuh kalor maka akan menurunkan suhu pada thermometer basah. Sedangkan termometer kering mengukur suhu aktual udara.Akibatnya jika perbedaan suhu antara keduanya semakin besar, maka artinya kelembaban relatif udara semakin rendah. Sebaliknya jika suhu termometer basah dan thermometer kering sama, artinya udara berada pada kondisi lembab jenuh (Santoso, 2007).
b. Jenis Kelembaban
1. Kelembaban mutlak (absolut), adalah banyak sedikitnya uap air dalam gram pada 1 cm3 atau jumlah uap air yang dikandung udara pada suatu daerah tertentu yang dinyatakan dalam gram uap air tiap m3 udara. Kelembaban absolut tergantung pada suhu yang mempengaruhi kekuatan udara untuk memuat uap air. Tiap-tiap suhu mempunyai batas dari uap air yang dimuatnya.
2. Kelembaban relatif (nisbi), yaitu perbandingan antara uap air di udara pada suhu yang sama, dengan jumlah uap air maksimum yang dikandung udara dan dinyatakan dengan persen. Pada suhu udara yang semakin naik maka kelembaban relatif akan semakin kecil. Kelembaban relatif paling besar adalah 100%. Pada saat itu terjadi titik pengembunan, artinya pendinginan terus berlangsung dan terjadilah kondensasi yaitu uap air menjadi titik air dan jika melampaui titik beku terjadilah kristal es atau salju. Alat pengukur kelembaban relatif adalah higrometer rambut.
Kelembaban relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.Perhitungan kelembaban relatif ini merupakan salah satu data yang dibutuhkan (selain suhu, curah hujan, dan observasi visual terhadap vegetasi) untuk melihat seberapa kering areal perkebunan sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat potensi kebakaran lahan (Santoso, 2007).
c. Faktor Kelembaban
Tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut (Santoso, 2007) :
a. Suhu.
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata – rata dari pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke benda- benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut.
Suhu udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu temperature atau derajat panas disebut thermometer. Dimana pada praktikum ini menggunakan thermometer bola kering dan thermometer bola basah.
Suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara.
b) Kuantitas dan kualitas penyinaran Kualitas intensitas
Lamanya radiasi yang mengenai tumbuhan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
berbagai proses fisiologi tumbuhan. Cahaya mempengaruhi pembentukan klorofil, fotosintesis, fototropisme, dan fotoperiodisme.
c) Pergerakan angin
Semakin tinggi kecepatan pergerakan angin akan lebih mempercepat pegangkatan uap air
menggempul di udara.
d) Tekanan udara
Tekanan udara erat kaitannya dengan pergerakaan angin.
e) Vegetasi
Semakin banyak vegetasi suatu daerah semakin mempengaruhi tingkat kelembaban suatu
daerah, mengingat tanaman termasuk salah satu penghasil uap air melalaui proses transpirasi.
f) Ketersediaan air di suatu tempat (air tanah)
Kamis, 03 Desember 2015
ORDO-ORDO SERANGGA
a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)
Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.
Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.
Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).
Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur —> nimfa —> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.
Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :
– Kecoa (Periplaneta sp.)
– Belalang sembah/mantis (Otomantis sp.)
– Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)
b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding
Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.
Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.
Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas-ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.
Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur —> nimfa —> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya.
Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :
– Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.)
– Kepik hijau (Nezara viridula L)
– Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F)
c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)
Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya.
Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus.
Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera.
Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> nimfa —> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman.
Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti :
– Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)
– Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)
– Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).
d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)
Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.
Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan.
Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala.
Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong (pupa) —> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
– Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)
– Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)
– Kumbang buas (predator) Coccinella sp.
e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)
Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar.
Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.
Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong —> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta.
Beberapa jenisnya antara lain :
– Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)
– Kupu gajah (Attacus atlas L)
– Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura)
f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)
Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet.
Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap.
Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :
– bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum
– bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum
– bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc.
Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur —> larva —> kepompong —> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.
Beberapa contoh anggotanya adalah :
– lalat buah (Dacus spp.)
– lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)
– lalat rumah (Musca domesticaLinn.)
– lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).
g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)
Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator/parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk.
Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.
Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya.
Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva–> kepompong —> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman.
Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :
– Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu/padi).
– Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).
– Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).
h. Ordo Odonata (bangsa capung/kinjeng)
Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena-vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar.
Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air.
Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.
Rabu, 02 Desember 2015
Kumpulan penting Tanaman Padi
1. Tungro
Klasifikasi biologi patogen penyebab penyakit tungro adalah sebagai berikut :
Rice tungro bacilliform virus (RTBV)
Group : Group VII (dsDNA-RT)
Family: Caulimoviridae
Genus : Tungrovirus
Species: Rice tungro bacilliform virus
Rice tungro spherical virus (RTSV)
Group : Group IV ((+)ssRNA)
Family : Sequiviridae
Genus : Waikavirus
Species: Rice tungro spherical virus
Tungro adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi pada fase pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan berkurangnya jumlah anakan. Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang terserang berwarna kuning sampai kuning-oranye. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna hijau pucat sampai putih dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun. Gejala mulai dari ujung daun yang lebih tua. Daun menguning berkurang bila daun yang lebih tua terinfeksi. Dua spesies dan N.virescens adalah serangga yang menyebarkan (vektor) virus tungro.
Cara pengendalian
Varietas tahan. Penggunaan varietas tahan seperti menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR 36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42 TukadUnda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Bondoyudo, dan Kalimas merupakan cara terbaik untuk mengendalikan tungro. Rotasi varietas penting untuk mengurangi gangguan ketahanan. Pembajakan di bawah sisa tunggul yang terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi sumber penyakit dan menghancurkan telur dan tempat penetasan wereng hijau. Bajak segera setelah panen bila tanaman sebelumnya terkena penyakit.
Cabut dan bakar tanaman yang sakit. Ini perlu dilakukan kecuali bila serangan tungro sudah menyeluruh. Bila serangan sudah tinggi maka mungkin ada tanaman yang terinfeksi tungro tapi kelihatan sehat. Mencabut tanaman yang terinfeksi dapat mengganggu wereng hijau sehingga makin menyebarluaskan infeksi tungro.
Tanam benih langsung (Tabela): Infeksi tungro biasanya lebih rendah pada tabela karena lebih tingginya populasi tanaman (bila dibandingkan tanam pindah). Dengan demikian wereng cenderung mencari dan makan serta menyerang tanaman yang lebih rendah populasinya.
Waktu Tanam: Tanam padi saat populasi wereng hijau dan tungro rendah. Tanam serempak: Upayakan petani tanam serempak. Ini mengurangi penyebaran tungro dari satu lahan ke lahan lainnya karena stadium tumbuh yang relatif seragam.
Bera atau rotasi. Pertanaman padi terus-menerus akan meningkatkan populasi wereng hijau sehingga sulit mencegah infeksi tungro. Adanya periode bera atau tanaman lain selain padi dapat mengurangi populasi wereng hijau dan ketersediaan inang untuk virus tungro.
2. Hawar daun padi
Klasikasi Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye adalah sebagai berikut:
Phylum : Prokaryot
Kelas : Scizomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Xanthomonas
Spesies : Xanthomonas campestris pv. Oryzae
Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae berbentuk batang pendek, di ujungnya mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini berukuran 6-8 bersifat aerob,gram negatif dan tidak membentuk spora . Diatas media PDA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin. Penyakit hawar daun bakteri pertama kali ditemukan di Fukuoka Jepang pada tahun 1884. Pada awal abad XX penyakit ini telah diketahui tersebar luas hampir diseluruh jepang kecuali dipulau Hokkaido. Diindonesia , penyakit ini mula-mula ditemukan oleh Reitsman dan Schure oada tanaman muda didaerah Bogor dengan gejala layu. Penyakit ini dinamakan kresek dan patogennya dinamai xanthomonas kresek schure. Terbukti bahwa penyakit ini sama dengan penyakit hawar daun bakteri yang terdapat di Jepang.
Pengembangan varietas padi unggul dengan dengan hasil tinggi tetapi peka terhadap penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini.Gejala serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka ,(2). Gejala hawar dan (3). Gejala daun kuning pucat.
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan .Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan , selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai kepermukaan air dan menjadi busuk.Pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini,gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun,bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai mengering.Pada pagi hari cuaca lembab ,eksudat bakteri sering keluar ke permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin,gesekan angin,geekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas.Ketahanan disebabkan karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistematik, dan 3. Tanaman bereaksi langsung tehadap bakteri. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan,karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan.Menjelang musim kemarau,suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila dilaksanakan secara terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi penyakit ini dilapangan,misalnya keadaan tanah,pengairan,pemupukan,kelembaban,suhu dan ketahanan varietaspadi yang ditanam.Usaha terpadu yang dapat dilaksanakan mencangkup penanaman varietas yang tahan,pembuatan persemaian kering atau tidak terendam air,jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman baru ditanam dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.
Gunakan varietas tahan. Ini adalah cara yang paling efektif dalam mengendalikan penyakit. Pemupukan lengkap—Penyakit semakin parah bila pupuk N dipakai secara berlebihan, tanpa P dan K.
Kurangi kerusakan bibit dan penyebaran penyakit. Infeksi bibit terjadi melalui luka dan kerusakan bagian tanaman. Penanganan yang buruk atau angin kencang dan hujan dapat menyebabkan tanaman sakit. Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit melalui air dan angin.
Kurangi penyebaran penyakit dengan penanganan bibit secara baik waktu tanam pindah, pengairan dangkal pada persemaian, dan membuat drainase yang baik ketika genangan tinggi. Kurangi jumlah inokulum. Tunggul tanaman yang terinfeksi dan gulma dapat menjadi sumber inokulum.
Pertahankan kebersihan sawah — buang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi yang semuanya dapat menjadi sumber inokulum. Keringkan sawah — upayakan sawah bera mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin bertahan dalam tanah atau sisa tanaman.
Upaya pengendalian untuk mengatasi penyakit ini melalui kultur teknik, yaitu dengan melakukan beberapa hal :
1. Perbaikan cara bercocok tanam,melalui:
Pengolahan tanah secara optimal.
Pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan.
Pergiliran tanam dan varietas tahan
Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.
Pengaturan jarak tanam.
Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.
Pengaturan jarak tanam
Pemupukan berimbang (N,P,K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan dan musim
Pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.
2. Sanitasi lingkungan.
3. Pemanfaatan agensi hayati Corynebacterium.
4. Penyemprotan bacterisida anjuran paling efektif dan diizinkan secara bijaksana berdasarkan.
hasil pengamatan.
3. Hawar Pelepah Padi
Klasifikasi Rhizoctonia solani sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Phylum : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Order : Cantharellales
Family : Ceratobasidiaceae
Genus : Rhizoctonia
Species : R. Solani
Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa negara penghasil padi.Di indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi sampai dataran rendah.Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air.Gejala berupa bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah berwarna putih pucat.Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam debgan jarak yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah.Kehilangan hasil padi akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.
Dilihat dari segi biologi dan ekologinya,Penyakit hawar pelepah mulai terlihat berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah. Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini bertahan di tanah dalam bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar pelepah pada musim tanam berikutnya.Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.
Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang.Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia adalah “redaman off”, atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk berkecambah.Rhizoctonia soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda segera setelah terjadi perkecambah.Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman pada risiko tinggi infeksi karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada pelepah.
Siklus penyakit Rhizoctonia solani dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun dalam bentuk sclerotio.Sclerotia dari Rhizoctonia memiliki lapisan luar tebal memungkinkan untuk bertahan hidup dan berfungsi sebagai pelindung dari suhu dingin,pathogen juga dapat mengambil bentuk miselium yang berada di permukaan tanah.Jamur tertarik oleh rangsangan kimia yang dilepaskan oleh tanaman yang tumbuh atau residu tanaman membusuk.Proses penetrasi dari sebuah host dapat dicapai dalam beberapa cara.Pathogen dapat melepaskan enzim yang dapat memecahkan dinding sel tanaman,dan terus menjajah dan tumbuh di dalam jaringan yang mati.Ini adalah rincian dari sel dinding dan kolonisasi pathogen dalam host adalah apa bentuk sclerotia tersebut.Baru innoculum diproduksi didalam jaringan host,dan siklusyang baru diulang saat tanaman baru menjadi tersedia.Siklus penyakit dimulai seperti 1) yang sclerotia atau miselium melewati musim dingin pada tanaman puing,tanah atau host. 2) Para hifa muda dan basidia berbuah (jarang) muncul dan menghasilkan miselium dan basidiospora. 3) Produksi sangat jarang dari basidiospora berkecambah menembus stoma sedangkan tanah miselium pada permukaan tanaman dan mengeluarkan enzim yang diperlukan ke permukaan tanaman dalam rangka untuk memulai infeksi dari tanaman inang. 4) Setelah mereka berhasil menyerang miselium host-nekrosik dan membentuk sclerotia dalam dan di sekitar jaringan yang terinfeksi yang kemudian mengarah ke berbagai gejala yang berhubungan dengan penyakit seperti tanah busuk,busuk batang,rendaman dan lain sebagainya.
Dilihat dari cara hidupnya patogen dikenal lebih menyukai cuaca yang basah,hangat dan wabah biasanya terjadi pada bulan-bulan awal musim panas kebanyakan gejala patogen tidak terjadi sampai akhir musim panasdan dengan demikian sebagian besar petani tidak menyadari tanaman terjangkit sampai panen.Kombinasi faktor lingkungan telah dikaitkan dengan prevalensi patogen seperti:adanya tanaman inang,curah hujan sering atau irigasi dan suhu meningkat di musim semi dan musim panas.Selain itu, pengurangan drainase tanah karena berbagai teknik seperti pemadatan tanah juga dikenal untuk menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi patogen.Patogen tersebar sebagai sclerotia,dan sclerotia ini dapat berpergian dengan sarana angin,air atau tanah gerakan antara tanaman inang.
Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara kimia,biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida berbahan aktif benomyl,difenoconazal,mankozeb,dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per satu liter air dapat menekan perkembangan cendawa R. Solani kuhn
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit hawar pelepah di pertanaman.
Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah.Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan (pengendalian penyakit secara terpadu).
4. Penyakit Blas
Klasifikasi penyakit blas sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Mycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Pyricularia
Spesies : Pyricularia oryzae Cav.
Di Indonesia Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting terutama pada padi gogo. Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat. Penyebab penyakit dapat menginfeksi tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan tanaman puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai disebut blas leher (neck blast).
Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, gejala penyakit blas dapat timbul pada daun, batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa. Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.
Penularan penyakit blas terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia dibentuk dan dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis turun hujan. Konidium ini hanya dilepaskan jika kelembaban nisbi udara lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif, karena pecahnya sel kecil di bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh tekanan osmotik. Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula. Permukaan atas daun dan daun-daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk miselium dan konidium.
Penyakit blas tingkat keparahannya di pengaruhi oleh beberapa faktor.Kelebihan nitrogen dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa kedua faktor tersebut menyebabkan kadar silikon tanaman rendah. Kandungan silikon dalam jaringan tanaman menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi patogen kedalam jaringan tanaman. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan terhadap infeksi patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas. Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.
Perkecambahan konidium Pyricularia grisea memerlukan air. Jangka waktu pengembunan atau air hujan merupakan kondisi yang sangat menentukan bagi konidium yang menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode basah lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan konidium dan pembentukan apresorium adalah 25-28 C.
Untuk mengendalikan penyakit blaz agar tidak berlebihan maka sampai saat ini pengendalian yang paling efektif adalah dengan varietas tahan. Varietas Limboto, Way Rarem, dan Jatiluhur di beberapa tempat di Purwakarta, Subang, dan Indramayu tergolong tahan terhadap penyakit blas leher. Patogen P. grisea sangat mudah membentuk ras baru yang lebih virulen dan ketahanan varietas sangat ditentukan oleh dominasi ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.
Kita tahu bahwa ketahanan varietas terhadap penyakit tidak berlangsung lama, maka diperlukan pendukung untuk menjaga ketahanan varietas itu yaitu dengan menggunakan fungisida.Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis untuk mengatasi penyakit blas,namun hal tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem disekitarnya.,maka fungisida harus digunakan secara rasional yaitu harus memperhatikan jenis,dosis dan waktu aplikasi yang tepat.
5. Busuk Batang
Klasifikasi busuk batang jamur Helminthosporium oryzae di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Myceteae
Divisio : Amastigomycotae
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Monitiales
Famili : Dematlaceae
Genus : Helminthosporium
Spesies : Helminthosporium oryzae
Di indonesia penyakit busuk pada batang padi merupakan penyakit utama. Kehilangan hasil padi akibat penyakit busuk batang 25-30%. Busuk batang ditemukan lebih parah pada varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat kalium serta berdrainase jelek. Umumnya penyakit ini kurang mendapat perhatian, karena dianggap sebagai gangguan yang bersifat klasik dan biasa-biasa saja
Dilihat dari sifat biologi dan ekologinya,gejala penyakit diawali dengan bercak kecil kehitaman pada pelepah bagian luar di atas batas permukaan air, selanjutnya bercak membesar. Cendawan penyebab penyakit menembus bagian dalam pelepah dan menginfeksi batang sehingga menyebabkan busuk pada batang dan pelepah. Cendawan penyebab busuk batang menghasilkan sklerosia yang berbentuk bulat kecil berwarna hitam. Sklerosia banyak terdapat pada bagian dalam batang padi yang membusuk.Selama kondisi lingkungan kurang menguntungkan, cendawan menghasilkan sklerosia secara berlimpah sebagai alat untuk bertahan hidup. Sklerosia tersimpan dalam tunggul dan jerami sisa panen. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada musim tanam berikutnya.
Maka untuk mengendalikan penyakit busuk batang kita menggunakan tanaman varietas tahan,namun karena tanaman memiliki ketahanan varietas tertentu maka untuk itu kita menggunakan fungisida yang berbahan aktif difenoconazal untuk menggendalikan penyakit busuk batang.selain itu teknik pengolahan lingkungan seperti jerami dan tunggul dari tanaman yang terinfeksi diangkut keluar petakan sawah dan dibakar ,pengeringan sawah secara berkala,dan lain sebagainya.
6. Bercak Daun Cercospora
Klasifikasi penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Cercospora sp sebagai berikut:
Kingdom : Myceteae
Divisi : Amastigomycotae
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Dematiaceae
Genus : Cercospora
Spesies : Cercospora sp
Penyakit bercak daun cercosporan atau bercak coklat sempit (narrow brown leaf spot) tersebar luas di negara-negara penanam padi. Di Indonesia penyakit berkembang dengan baik terutama pada daerah-daerah lahan yang miskin unsur nitrogen dan kalium. Menjadi penyakit utama pada pertanaman padi lahan sawah tadah hujan dan gogo. Penyakit menyerang tanaman padi terutama pada bagian daun menyebabkan fungsi fotosintesis terganggu. Apabila serangan terjadi pada fase generatif menyebabkan pengisian gabah menjadi kurang sempurna atau hampa sehingga bobot gabah dan kualitas gabah menjadi rendah.
Gejala penyakit
Pada daun terdapat bercak-bercak sempit memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera. Gejala mulai tampak 2-4 minggu setelah padi di pindah, dan gejala paling berat tampak lebih kurang satu bulan sebelum panen.
Penyebab penyakit.
Penyakit disebabkan oleh jamur Cercospora janseane (Racib) O. Const. Semula jamur disebut Napicladium janseanum Racib. Di Jepang disebut Cercospora oryzae Miyake. Jamur membentuk konidiofor berwarna coklat, keluar melalui mulut kulit, sendiri-sendiri atau berkumpul sanpai 3, dengan ukuran 88-140 x 4-5 µm. Konidium berbentuk gada terbalik, bersekat 3-10, dengan ukuran 20-60 x 5 µm (Ou, 1985).
Daur penyakit.
Konidium jamur disebarkan oleh angin dan infeksi terjadi melalui mulut kulit. Gejala baru tampak 30 hari atau lebih setelah infeksi. Ini menyebabkan lambatnya gejala di lapangan, meskipun infeksi dapat terjadi pada daun muda maupun daun tua. C. janseana mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji dan jerami. Diduga jamur dapat bertahan pada rumput-rumput liar; antara lain di India jamur dapat menginfeksi lempuyangan (Panicum repens).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit.
Umumnya penyakit bercak daun cercospora berkembang lebih baik pada musim kemarau. Meskipun belum diketahui secara pasti varietas-varietas yang tahan dan rentan terhadap penyakit ini, tetapi kenyataan di lapangan sering menunjukkan reaksi yang sangat beragam. Penyakit sangat dipengaruhi oleh jenis padi. Varietas Ciherang, IR 64 dan turunannya dilapangan sering kali menunjukkan reaksi sangat rentan terhadap bercak cercospora. Kandungan unsur hara terutama nitrogen dan kalium sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyakit ini. Tanaman padi yang kekurangan unsur nitrogen dan kalium lebih rentan terhadap penyakit bercak daun cercospora.
Pengendalian penyakit.
Selama ini pengendalian penyakit bercak daun cercospora hanya dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida. Pengendalian dengan 3 kali penyemprotan yaitu pada fase anakan maksimum, awal pembungaan dan awal pengisian dengan fungisida benomil, mankozeb, carbendazim, atau difenoconazol dengan dosis 1 cc per 1 liter air, dengan folume semprot 500 l per ha, dapat menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora dan menekan kehilangan hasil padi sampai dengan 30%.
7. Penyakit kerdil
Klasifikasi hama :
Klasifikasi ilmiah hama kepik hijau :
Kingdom : Animalia (Hewan)
Filum : Arthropoda (arthropoda)
Kelas : Insecta (Serangga)
Order : Hemiptera
Subordo : Heteroptera
Family : Pentatomidae
Subfamily : Pentatominae
Genus : Nezara
Species : Nezara viridula
Virus kerdil hampa pertama kali dilaporkan terdapat di Indonesia dan Filipina pada tahun 1976, secara sporadis. Kini penyakit kerdil rumput telah tersebar luas di Indonesia, Filipina, Muangthai dan India. Diduga virus ini sebelumnya telah terdapat di Indonesia tetapi gejalanya tertutup gejala kerdil rumput. Ou (1965) melaporkan bila di lapang banyak ditanam kultivar yang resisten terhadap kerdil rumput maka kerdil hampa akan banyak terlihat. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bila tanaman terinfeksi 34 - 76%, maka berkurangnya hasil panen mencapai 53 - 82%. (Palmer et al., 1978).
Virus penyakit padi ini disebarkan oleh vektor serangga dan telah dianggap sebagai penyakit penting di seluruh dunia, yang diperkirakan menyebabkan kerugian tanaman rata-rata yang sebenarnya kurang dari 1,5%. Namun, epidemi sporadis penyakit virus padi dapat menyebabkan kerusakan di daerah tertentu atau suatu negara (Ramasamy dan Jatileksono, 1996). Misalnya, daerah di mana padi terserang penyakit virus tungro adalah epidemi kecil kaitannya dengan total produksi padi dari suatu negara, namun sawah yang terkena penyakit ini mungkin mengalami kehilangan hasil total. Kerusakan tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan petani di Asia, yang umumnya tergantung pertanian dengan produksi yang relatif kecil (Azzam dan Kanselir, 2002).
Strategi pengendalian yang akurat dan efektif akan mengurangi tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit kerdil hampa. Oleh karena itu, untuk mengetahui strategi pengendalian, terlebih dahulu harus mengetahui biologi dan ekologi virus penyebab penyakit kerdil hampa pada tanaman padi.
A. Gejala Penyakit RRSV
Tanaman padi yang terserang akan menunjukkan berbagai macam gejala, diantaranya ialah: pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil, mempunyai anakan dengan jumlah sangat banyak, tepi daun tidak rata atau bergerigi (ragged) dan berlekuk-lekuk atau sobek- sobek, daun hijau pendek, sempit, dan kekuningan (klorosis) terjadi pembengkakan tulang daun atau pembentukan puru yang berwarna kuning pucat sampai coklat serta terjadi pembelitan daun (twisting), malai tidak dapat keluar dengan sempurna dan gabahnya hampa. Tetapi daun yang tidak rata biasanya hanya pada salah satu sisi saja dan bagian yang berlekuk-lekuk ini menjadi klorosis dan masak. Berlekuk-lekuknya daun ini adalah ciri khas penyakit kerdil hampa. Pembelitan daun biasanya terjadi pada bagian atas daun. gejala berkembang 10-20 hari setelah terjadi infeksi. Faktor yang mendukung timbulnya penyakit ini adalah adanya vector pada saat tanaman pada fase pembentukan anakan (IRRI, 2010).
Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org
A. Siklus Penularan Virus
Virus kerdil hampa tidak dapat ditularkan secara mekanik, melalui biji atau melalui organisme dalam tanah tetapi hanya dapat ditularkan oleh wereng coklat Nilaparvata lugens. Wereng coklat menularkan dua jenis virus, yaitu virus kerdil hampa (RRSV) yang merupakan anggota kelompok reovirus, dan virus kerdil rumput (RGSV) anggota kelompok tenuivirus. Virus ini berkembang biak di wereng tetapi tidak ditularkan melalui telur (Hibino, 1989). Selama studi virus yang ditularkan oleh wereng, ditemukan partikel mirip virus dalam sebuah koloni wereng coklat yang kemudian disebut sebagai N. Lugens Reovirus (NLRV) (Noda et al., 1991). Ketiga biotipe wereng coklat dapat menularkan virus ini dengan efektivitas yang sama (Ou, 1985). Hubungan virus dengan vektornya adalah secara persisten. Periode makan akuisisi terpendek lebih kurang delapan jam dan periode latennya rata-rata lebih kurang sembilan hari (2-33 hari). Periode makan inokulasi minimum lebih kurang satu jam dan bila periode makan inokulasinya diperpanjang sampai satu hari maka tanman yang terinfeksi akan bertambah banyak. Periode retensinya berkisar antara 3-35 hari (rata-rata 15 hari) atau 13-35% dari lama hidupnya. Penularan virus ini adalah transtadial tetapi tidak transovarial. Periode inkubasinya dalam tanaman selama 2-3 minggu. Hibino et al., (1977) melaporkan bahwa tanaman yang terserang kerdil hampa menunjukkan suatu penyembuhan sementara, karena gejala dapat hilang tetapi akan timbul kembali.
Berdasarkan penelitian IRRI (2010), RRSV dapat ditularkan melalui kedua nimfa dan dewasa wereng coklat yang mengirimkan virus kerdil rumput. Serangga bisa mendapatkan virus dengan memberi makan pada tanaman sakit dalam 6 jam-akuisisi akses periode (minimal 30 menit). Lagi periode makan hingga 24 jam menyebabkan persentase yang lebih tinggi dari yang terinfeksi serangga. Setelah periode laten 5-28 hari (rata-rata 10-11 hari), para wereng coklat dapat menularkan virus dalam akses inokulasi periode beberapa menit sampai 24 jam (minimal 5-15 menit). Serangga yang terinfeksi dapat menularkan virus sampai mereka mati.
Sumber: rice doctor. international rice research institute
B. Partikel virus
Partikel virus kerdil hampa berbentuk polihedral berdiameter 50 - 70 nm dan banyak ditemukan dalam sel-sel floem dan sel-sel puru (Ou, 1985). Senboku et al., (1980) melaporkan bahwa sifat fisik virus adalah sebagai berikut: ketahanan in vitro pada 4°C adalah 17 hari, batas pengenceran 10-5 (daun) dan 10-6 (serangga), panas inaktivasi 60°C dan pada pH 6 - 9 masih tahan.
Sumber: http://www.knowledgebank.irri.org
A. Inang dan resistensi
Pengujian beberapa spesies tanarnan di Filipina menunjukkan bahwa Oryza latifolia dan O. nivera dapat terinfeksi oleh virus kercil hampa. Dilaporkan bahwa kultivar IRRI Acc No. 11053 reisten terhadap virus kerdil hampa (Ling dkk., 1978). Kultivar ini juga resisten terhadap ketiga biotipe wereng coklat (Ou, 1965).
B. Pengendalian
Untuk rnengendalikan virus ini perlu dilakukan pengendalian yang terpadu meliputi :
penggunaan varietas yang resisten, misal Ciherang
bibit di pembibitan diusahakan agar bebas dari vektor,
eradikasi tanaman yang terinfeksi,
pola dan waktu tanam diatur sedemikian rupa sehingga dapat mematahkan siklus hidup vektor (padi - palawija - padi), dan
penggunaan insektisida yang tepat untuk mengurangi populasi vektor.
dengan menginduksi ketahanan sistemik yang terdapat pada tanaman dengan bahan tertentu. Ketahanan sistemik dari suatu tanaman dapat diaktifkan dengan menginduksi gen-gen ketahanan yang terdapat di dalam tanaman. Salah satu agen yang dapat menginduksi ketahanan tanaman adalah ekstrak tumbuhan (Hersanti, 2003) dan kitosan (Vasyukova et al., 2001) maupun dengan agens pengendali hayati (PGPR/ PGPF).
Pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah mencabut tanaman yang terserang dan memusnahkannya dengan dibakar. Hal ini dilakukan karena penyakit virus menyerang secara sistemik sehingga untuk memusnahkannya adalah dengan cara membakar tanaman yang terserang.
8. Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Fusarium moniliforme. Gejala: menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi. Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah. Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada larutan merkuri.
9. Penyakit noda/api palsu
Penyakit ini sudah terdapat di semua negara penanam padi termasuk Indonesia. Gosong palsu umumnya adalah penyakit minor, tetapi kejadian endemik pernah dilaporkan di India, Myanmar, Peru dan Pilipina.
Gejala Penyakit
Biji padi berubah menjadi bola spora berdiameter 1 cm (bahkan ada yang mencapai 5 cm), keluar diantara sekam, berwarna kuning emas dan kadang-kadang hijau. Bagian tengah dari bola ini adalah suatu anyaman meselium padat yang merupakan sklerotium. Dilaporkan bahwa bulir yang berdekatan dengan bulir yang menunjukkan gosong palsu adalah sehat. Di bagian luar dari anyaman miselium ini terdapat tiga lapisan spora. Lapisan dalam dan tengah adalah spora yang belum matang berwarna kuning keemasan. Lapisan luar adalah spora yang telah matang berwarna agak kehitaman. Umumnya hanya beberapa bulir padi saja yang terserang pada satu malai
Penyebab Penyakit
Penyakit disebabkan pleh Ustilaginoidea virens yang membentuk sklerotium berdiameter 5-8 mm. Konidia yang dibentuk di permukaan sklerotium, berbentuk bulat lonjong, berduri, berukuran 4-6 x 3-5 um, berkecambah dengan membentuk konidium sekunder yang lebih kecil dan hialin
Siklus Penyakit
Konidia tersebar oleh angin, menginfeksi bunga atau biji yang mulai terbentuk. Patogen dapat bertahan sebagai sklerotium atau sebagai bola spora yang mengeras yang disebut pseudomorph.
Pseudomorph dapat bertahan 4 bulan dalam kondisi lapangan. Musim hujan, kelembaban tinggi, pemupukan nitrogen berlebih meningkatkan perkembangan penyakit
Pengendalian Penyakit
Jarang dikendalikan karena kurang merugikan. Beberapa varietas padi dilaporkan tahan terhadap U. Virens. Beberapa jenis fungisida dapat secara efektif mengendalikan gosong palsu
10. Bercak daun coklat
Umum terdapat di negara penghasil padi dunia (tropis dan subtropis). Di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh van Breda de Haan pada tahun 1900. Terdapat terutama pada pertanaman yang kurang baik keadaannya (kekurangan air atau unsur hara)
Gejala Penyakit
Dapat muncul pada semai, daun, bulir padi (disebut kerusakan fase 1, 2, 3) Pada persemaian bibit yang terinfeksi busuk pada koleoptil, batang dan akar sehingga mati. Gejala pada daun berupa bercak memanjang (oval) bertepi coklat tua dan bagian tengah kuning pucat, kelabu, dan kadang dikelilingi “halo”. Bila terserang berat daun menjadi kering, batang dan tangkai bulir terinfeksi patah sehingga biji keriput; atau tanaman tidak membentuk malai atau malai tidak keluar dari upih. Pada bulir padi hanya sebagian biji pada malai yang terserang; bercak berwarna coklat
Penyebab Penyakit
Penyakit disebabkan pleh Dreschslera oryzae atau Bipolaris oryzae atau Helminthosporium oryzae. Di atas permukaan bercak, konidiofora menyangga 1-6 konidia. Konidium melengkung, di tengah agak lebar, bersekat 6-14, berhilum, kecoklatan. Konidium berkecambah dari kedua sel ujung. Cendawan dapat menghasilkan enzim proteolitik penghancurkan dinding sel, dan juga menghasilkan cochliobolin atau opiobolin, yaitu toksin penghambat pertumbuhan akar dan pengganggu respirasi daun
Siklus Penyakit
Miselium dan konidia dapat bertahan dalam biji selama 4 tahun; atau pada jerami atau tanah. Konidia terbawa angin atau benih; tanah terinfestasi; sisa tanaman atau gulma sakit sumber infeksi primer. (Gulma: Leersia hexandra, Cynodon dactylon, Digitaria sanguinalis, Eleusine indica, E. corona). Konidium berkecambah dari kedua sel ujung, penetrasi epidermis inang dengan/tanpa apresorium, perkecambahan perlu air bebas dan suhu 16-30C/optimum 20-30C. Polycyclic terjadi bila ada infeksi, muncul gejala, sporulasi kemudian konidia menginfeksi tanaman baru, siklus tersebut berulang kembali.
Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Ketahanan tanaman berbeda dan berkorelasi dengan ketebalan sel epidermis dan lapisan kutikula, kandungan silikat dalam sel, dan kecepatan akumulasi polifenol saat infeksi. Tanaman padi bertambah rentan semakin bertambahnya umur dan eriode paling rentan saat pembentukan bunga dan buah. Padi yang ditanam di tempat kering (padi gogo) lebih rentan. Hal ini berhubungan dengan kelembaban tanah dan udara. Kelebihan/kekurang nitrogen memperparah penyakit. Selain itu insiden penyakit lebih banyak pada tanaman kekurangan besi, mangan atau kalium.
Pengendalian Penyakit
Memperbaiki cara bertanam: pemupukan seimbang; pengairan yang cukup; penanaman serempak. Patogen bertahan dalam tanah sehingga perlu pergiliran tanaman. Sanitasi yaitu eleminasi sisa tanaman dan gulma sakit. Untuk mengindari terbawa benih perlakuan dengan fungisida atau air panas.
PENYAKIT BERCAK COKLAT SEMPIT
Pertama kali dilaporkan di Indonesia (Jawa) pada tahun 1900 oleh Raciborski dan kemudian di Jepang tahun1906. Saat ini telah tersebar di semua negara penghasil padi dunia dan dikenal dengan narrow brown leaf spot
Gejala Penyakit
Gejala muncul selama fase reproduksi tanaman padi dan gejala paling berat tampak sekitar sebulan sebelum panen. Dicirikan oleh bercak adanya sempit memanjang pada daun, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan tulang daun. Pada serangan yang berat bercak dapat timbul pada seludang daun, batang, dan bulir. Bercak cenderung lebih sempit, lebih pendek dan berwarna lebih gelap pada varietas padi yang resisten
Penyebab Penyakit
Penyakit disebabkan pleh Cercospora janseana atau Cercospora oryzae atau Sphaerulina oryzina (stadium sempurna). Konidiofora berwarna coklat, tumbuh di atas bercak sendiri-sendiri atau berkumpul sampai tiga. Konidium dibentuk di atas konidiofora, berbentuk gada terbalik, bersekat 3 – 10.
Siklus Penyakit
Konidia disebarkan oleh angin dan infeksi terjadi melalui stomata, hifa berkembang di ruang antar sel. Masa inkubasi sebulan atau lebih: gejala tampak lambat di lapang walaupun infeksi terjadi saat tanaman muda. Patogen dapat bertahan hidup pada jerami atau bulir padi atau gulma (Panicum repens)
Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Kerentanan varietas padi terhadap race cendawan dan fase pertumbuhan tanaman adalah faktor yang menentukan perkembangan penyakit. Semua stadia pertumbuhan tanaman padi rentan terhadap infeksi C. oryzae. Pembentukan dan pengisian malai adalah saat paling rentan
Pengendalian Penyakit
Penanaman jenis padi yang tahan. Penyemprotan dengan benomil atau mankozeb dapat meningkatkan (menyelamatkan) hasil 30%
Apa itu jamur ?
Jamur merupakan mikrorganisme yang mempunyai dinding sel,
umumnya tidak bergerak, tidak mempunyai klorofil serta tidak mampu melakukan
proses fotosintesis atau menhasilkan bahan organik dari karbondioksida dan air
(organisme heterotrof). Klasifikasi jamur terbagi atas Divisio Oomycotina,
Divisio Zygomycotina, Divisio Ascomycotina, Divisio Basidiomycotina, dan
Divisio Deuteromycotina (Robinson, 2001).
Sifat hidup jamur terbagi atas :
Saprofit yakni sebagai organisme saprofit fungi hidup dari
benda-benda atau bahan-bahan organik mati. Saprofit menghancurkan
sisa-sisa bahan tumbuhan dan hewan yang
kompleks menjadi bahan yang lebih sederhana. Hasil penguraian ini kemudian
dikembalikan ke tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Parasit yakni fungi parasit menyerap bahan organik dari
organisme yang masih hidup yang disebut inang. Fungi semacam itu dapat bersifat
parasit obligat yaitu parasit sebenarnya dan parasit fakultatif yaitu organisme
yang mula-mula bersifat parasit , kemudian membunuh inangnya, selanjutnya hidup
pada inang yang mati tersebut sebagai saprofit.
Simbion yakni jamur dapat bersimbiosis dengan organisme
lain. Simbiosis dengan laga menghasilkan liken atau lumut kerak, sedangkan
simbiosis dengan akar tumbuhan konifer menghasilkan mikoriza.
Jamur (fungi) memilki peran yang menguntungkan &
merugikan. Peran menguntungkannya adalah sebagi berikut :
Berperan sangat penting dalam siklus materi terutama siklus
karbon, yang berperan bagi kelangsungan hidup seluruh organisme.
Sebagai dekomposer kedua kelompok tersebut dapat menguraikan
sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan-bahan organic lainnya dan hasil
penguraianya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah.
Selain itu, fungi saprofit bersama dengan protozoa dan
bakteri saprofit merupakan organisme yang dapat menguraikan sampah.
Berperan dalam industri fermentasi tersebut adalah fungi,
terutama dari kelompok ragi. Contoh hasil fermentasi adalah: bir,roti,asam
sitrat atau 2-hidroksipropan serta asam trikasboksilat.
Berperan dalam industri antibiotik, antibiotik ini
dihasilkan oleh fungi Penicllium notatum.
Dapat sebagai bahan baku
sumber makanan baru yaitu protein sel tunggal (PST).
Sumber makanan bagi manusia, contoh: Agaricus campestris,
Volvariella volvaceae, Lentinus edodes, Pleurotes, Tuber melanosporum, Boletus
spp, Cantharellus cibaricus dan lain-lain.
Selain memiliki peran yang menguntungkan, jamur (fungi) juga
memiliki peran yang merugikan, berikut diantaranya :
Dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas makanan maupun bahan-bahan
lain yang penting bagi manusia.
Fungi dapat juga menyerang bahan-bahan lain yang bernilai
ekonomi seperti kulit, kayu, tekstil dan
bahan-bahan baku pabrik lainnya.
Fungi juga dapat berperan sebagai agen penyebab penyakit.
Fungi pada umumnya lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibanding
pada hewan atau manusia.
Fungi dapat menghasilkan racun, racun yang dihasilkan beberapa fungi seperti
seperti Amanita phalloides, A.muscaria maupun Aspergillus flavus (menghasilkan
aflatoksin) yang sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan
penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian.
Langganan:
Postingan (Atom)